Kanreapia: Desa Berkabut Yang Menyulap Sayur Jadi Harapan
Pagi itu kabut turun cukup tebal. Dingin mencubit kulit wajah. Tapi aktivitas pagi itu tetap dilakoni penduduk seperti biasa. Satu persatu terlihat mulai turun ke kebun masing-masing. Ada yang mulai memeriksa kondisi dedaunan sawi yang baru kena guyur hujan malam tadi, ada yang mulai mencangkul lahan untuk membuat lokasi pemindahan bibit, ada pula yang sudah sibuk memenuhi bakulnya dengan seledri segar yang baru ia panen. Ah, dingin sudah biasa bersahabat dengan suhu tubuh mereka di sini, Kanreapia.
Berkenalan dengan desa Kanreapia
Kanreapia adalah sebuah desa yang bertanah amat subur di bawah naungan gunung Bawakaraeng. Terletak di hamparan pegunungan dengan ketinggian kuang lebih 2000 m di atas permukaan laut. Ciri khas desa ini adalah dingin, kabut, hujan dan sayuran. Sebagai warga Sumatera Utara, aku langsung terbayang pemandangan Berastagi yang kurasa mirip situasinya alamnya.
Kanreapia merupakan desa di kecamatan Tombolopao, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Kalau dari ibu kota kabupaten, Sungguminasa, jaraknya sekitar 74 kilometer, atau kira-kira 2 setengah jam perjalanan dari Makassar.
Selama ini Kanreapia terkenal sebagai kampung penghasil sayuran segar, karena memang 7 dusun di desa ini fokus menanam sayuran. Setidaknya ada 10 komoditas sayur yang dihasilkan; kol, sawi, tomat, daun bawang, kentang, buncis, wortel, labu siam, kembang kol, dan seledri. Tiap hari desa yang kini juga dikenal dengan sebutan Kampung Sayur ini rata-rata bisa panen lebih dari 20 ton sayur.
Tapi ternyata dulu masyarakatnya hanya bertani 3 jenis tanaman saja, lho, yaitu markisa, jagung dan ubi jalar.
Lalu bagaimana ceritanya kini malah sampai jadi pemasok sayuran segar terbesar se-SulSel?
Sosok Di Balik Kampung Sayur
Transformasi Kanreapia yang sebelumnya hanya menanam 3 jenis komoditas sayuran hingga menjadi pemasok sayur terbesar di Sulawesi Selatan tak lepas dari andil seorang putra daerah bernama Jamaluddin. Setelah menyelesaikan S2-nya, walau sempat menjadi dosen, Jamal memutuskan untuk pulang kampung.
“Kalau stay di kampus, banyak profesor, magister dan doktor di sana. Tapi di kampung, saya dibutuhkan kampung saya”. Begitu katanya ketika ditanya kenapa tidak melanjutkan karir di kota.
Sudah lama Jamal membaca potensi kampung halamannya ini. Lalu ditambah panggilan hatinya untuk mengabdi karena prihatin dengan tingkat pendidikan dan literasi di desanya, Jamal dan rekan-rekannya akhirnya di 2014 membuat sebuah rumah baca bernama Rumah Koran.
Di rumah koran ini, yang awalnya bekas kandang bebek lalu dindingnya ditempeli koran, sering jadi tempat berkumpul anak-anak petani, masyarakat, petani muda dan petani tua. Dari yang awalnya hanya wadah baca tulis, berkembang dan meluas menjadi wadah edukasi masyarakat, forum diskusi pertanian, hingga ekoliterasi. Hingga pada 2017, dedikasi Jamal mendapatkan SATU Indonesia Award.
Lewat Rumah Koran Petani Biasa Menjadi Petani Berliterasi : Sejahtera di Dunia, Sejahtera di Akhirat.
“Rumah Koran selalu berupaya untuk mengedukasi masyarakat supaya desa ini mampu menghasilkan sayur dengan kuantitas dan kualitas yang bagus”, ujar Jamal.
“Lewat lahan contoh, kami juga memperlihatkan bagaimana supaya sebagai petani kita betul-betul menjaga mata air, bagaimana membuat pipanisasi, membuat penghijauan, hingga menerapkan pertanian organik. Tujuannya agar pertanian bisa berkelanjutan.” Sambungnya.
Hasilnya, kini petani di Kanreapia bisa bercocok tanam dan panen di segala musim, baik di musim hujan maupun kemarau, tanpa perlu khawatir dengan sumber air. Karena ada air melimpah di 100 embung (tempat penampungan air).
Saking melimpahnya hasil tani di Kanreapia, di era Covid-19 bahkan desa ini mampu menyedekahkan 50 ton sayur segar ke dapur umum Sat. Brimob POLDA SulSel. Aksi ini kemudian mengantarkan Kanreapia menjadi salah satu desa binaan dalam program Kampung Berseri Astra (KBA) sejak 2021.
Uniknya, sedekah sayur ini pun masih terus dijalankan hingga kini. Menyasar lebih dari 100 panti asuhan yang ada di SulSel, jumlah sedekah sayur kini telah tembus 100 ton.
“Dari petani biasa menjadi petani literasi, petani dermawan. Jadi, sejahtera di dunianya dapat, tabungan akhirat nya juga dapat.” Tukas Jamal mantap.
Melirik Seledri Karena Literasi
Akhir-akhir ini banyak petani di Kanreapia beralih fokus ke seledri. Pasalnya dari Rumah Koran mereka belakangan jadi tahu kalau tanaman yang tumbuh subur di ketinggian 900 m dari permukan laut ini punya banyak keunggulan dibanding tanaman sayur lainnya. Seperti bisa dipanen (kembali) dalam jangka waktu singkat, mudah dan murah perawatannya, harga jual relatif tinggi, sehingga dianggap lebih efisien.
“Pembibitan 1 bulan, lalu pindah bedeng tanam. 2 bulan setelah masa tanam baru bisa dipanen. Perawatannya pupuk, jaga dari hama, lalu pakai bahan kimia sedikit supaya tidak cacat.” Ujar Hasrullah, salah satu petani seledri di Kanreapia.
Yang pernah menanam seledri pasti paham. Beberapa tahun lalu aku juga sempat punya 30an pot seledri di rumah. Kalau untuk pemakaian sehari-hari tentunya sampai luber ya, jadi sampai bisa dijual hasil panennya. Dan dalam jangka waktu sepekan setelah dipanen, aku sudah bisa panen lagi.
Jadi kalau petani di Kanreapia punya lahan luas yang isinya seledri semua, mereka jadi serasa bisa panen seledri tiap hari, dari lahan yang berbeda. Jadi mereka bisa mendapatkan pendapatan harian dari panen seledri.
Kolaborasi Selalu Jadi Kunci Keberlangsungan Berdaya
11 tahun Rumah Koran berdiri, Jamal mengakui bahwa kebanyakan aksi yang digagas oleh Rumah Koran tak lepas dari kolaborasi dengan berbagai pihak. Baik masyarakat setempat, sekolah-sekolah dan lembaga pendidikan, Kementerian Lingkungan Hidup, aparat pemerintah, mahasiswa, komunitas-komunitas terkait, panti asuhan, dan lainnya.
“Jadi kita tidak bergerak sendiri”. Tuturnya.
Seperti dalam hal pemasaran hasil tani, Komunitas Rumah Koran mewadahi pemasaran dalam bentuk macam-macam. Diantaranya melalui program Pasar Tani yang bekerja sama dengan para pengepul sayur.
“Sayur-sayur saya kumpul dari petani, lalu dibawa ke gudang. Setelah itu disortir, baru dijual lagi. Pasar penjualan saya macam-macam, ke Enrekan, Batulincin, Samarinda, bahkan Makassar." Ujar Hamzah salah satu langganan pengepul sayur.
Kini hasil panen Kampung Sayur sudah memasok ke 18 kecamatan di Kabupaten Goa, sampai ke ibu kota provinsi, bahkan keluar pulau Sulawesi, menembus pasar pulau Kalimantan dan Papua. Jamal berharap ke depannya sayur-sayur Kanreapia bisa go Internasional, diekspor secara global.
Akkammisi: Kebiasaan Nenek Moyang Menjadi Kunci Menjaga Iklim dan Melestarikan Lingkungan sampai menginspirasi dunia Internasional
Penduduk Kanreapia punya tradisi nenek moyang yang hingga kini masih sering dilakukan, Akkammisi namanya. Sebuah tradisi gotong royong yang dilakukan masyarakat tiap hari Kamis. Jadi setiap Kamis, penduduk akan kumpul bersama untuk melakukan suatu aktivitas gotong royong.
Tradisi ini kemudian diaplikasikan Rumah Koran dalam memberdayakan masyarakat menjalankan visi misi dan pilar-pilar Rumah Koran dan KBA Kanreapia; pendidikan, lingkungan, kesehatan dan kewirausahaan. Seperti ketika membangun embung pertanian, memanen air hujan, membangun pipanisasi dan sprinkler untuk sistem penyiraman, membuat lahan percontohan, menjalankan sedekah sayur, dan kegiatan lainnya.
Tak disangka pada 2023, 2 tahun setelah dibina Astra, praktik gotong royong ini malah mengantarkan KBA Kanreapia mendapatkan predikat Kampung Iklim Berseri, sebuah penghargaan tertinggi dari Kementrian Lingkungan Hidup RI.
Tak tanggung-tanggung, setelah itu Kanreapia juga dilirik ajang internasional pada COP28 (Conference of the Parties of the UNFCCC), pertemuan tahunan yang ke-28 Konferensi Perubahan Iklim PBB, di Dubai. Karena dianggap budaya dari Akkammisi yang diterapkan di Kanreapia ini mampu mempertahankan iklim dan lingkungan di desa itu.
Wah, seberdampak itu ya. Dari hal yang tampaknya sepele, jadi inspirasi dunia.
Maka kini Desa Kanreapia punya 3 identitas, yaitu KBA, Kampung Iklim, dan Kampung Sayur.
Terakhir di tahun 2025 ini, Jamaluddin sebagai local hero inspiratif meraih penghargaan Environmental Sustainability Innovation Award (ENSIA). Ini karena inovasinya dalam menjaga lingkungan melalui gerakan literasi hijaunya yang mampu menggerakkan partisipasi masyarakat Desa Kanreapia.
Dari Kampung Sayur Merambah ke Ekowisata, Kapan Waktu Terbaik Berkunjung ke Kanreapia?
Inspirasi dari Kampung Sayur tentunya mengundang kekaguman dan rasa ingin tahu bagi siapa saja yang mendengar. Berbagai studi banding dari luar daerah, provinsi, dan dari luar pulau se-Indonesia pun banyak berdatangan. Membuka peluang potensi baru bagi Kanreapia sebagai destinasi ekowisata bertema wisata edukasi.
Pengunjung melihat langsung proses pertanian yang dilakukan di Kampung Sayur ini. Mulai dari pembibitan, penanaman, pemeliharaan, hingga pemanenan. Kita bisa berdiskusi sepuasnya dengan para petani di lapangan.
Bayangkan, berkemah di antara kebun-kebun sayur. Bangun pagi keluar tenda disambut dengan udara dingin dan hamparan hijau sayuran seluas mata memandang yang berselimut kabut. Kita bisa petik sendiri sayuran organik sepuasnya, kemudian langsung kita masak untuk sarapan pagi itu. Wah, bagiku itu sungguh pengalaman yang tak terlupakan dan pasti bakal dirindukan.
“Bulan Maret sampai sebelum musim penghujan.”
Jawab Jamal ketika ditanya kapan waktu terbaik berkunjung ke Kanreapia.
Suhu normal di Kanreapia di bawah 16 derajat Celcius.
“Ciri khasnya Kanreapia itu dingin, kabut, hujan dan sayuran. Jadi kalau ke sana wajib bawa jaket”. Ungkapnya sambil tersenyum.
Tantangan dan Tekad
Selama 11 tahun bersama Rumah Koran, dan 4 tahun menjadi desa binaan Astra, meski telah banyak perubahan, inovasi dan inspirasi yang dilahirkan di Kanreapia, desa ini merasa masih tetap perlu terus berbenah, terutama dalam hal melengkapi fasilitas-fasilitas pendukung untuk menciptakan desa Kanreapia yang berdaya dan berdaya saing. Terutama dalam hal wisata edukasi, seperti infrastruktur dan penunjang lainnya.
Dalam hal pemasaran hasil panen, harapan kedepannya Desa Kanreapia bisa memaksimalkan pemasaran secara online supaya bisa menjangkau pasar lebih luas lagi hingga dikenal secara global.
“Kanreapia bertekad menjadi sentra penghasil sayuran untuk mencukupi kehidupan pangan, meningkatkan taraf hidup, dan menunjang roda ekonomi masyarakat Desa Kanreapia.” Ujar Jamal mantap.
Harapan yang Tumbuh Dari Balik Kabut
Menjelang senja, perlahan kabut kembali turun, menyelimuti ladang-ladang hijau di lereng gunung. Para petani berjalan pulang sambil membawa keranjang penuh hasil panen. Di balik kesederhanaan itu, tersimpan kisah luar biasa tentang perubahan yang tumbuh dari koran-koran yang ditempel di dinding bekas kandang bebek, dari literasi di tanah yang subur, dari niat melestarikan budaya nenek moyang, juga dari semangat kolaborasi berkesinambungan.
Kanreapia kini bukan sekadar kampung penghasil sayur. Ia adalah simbol inspirasi dan harapan; bahwa ketika masyarakat, swasta, dan pemerintah bersama menyatukan gerak, bahkan kampung dari balik kabut pun bisa menyulap sayur menjadi masa depan yang cerah.
Sumber:
Youtube SATU Indonesia award: Bincang Inspiratif 16th SATU Indonesia Award 2025 Manado
Youtube Rumah Koran: Kanreapia di A_Satu TVRI
Youtube Tv Tani Rumah Koran : KBA Kanreapia di Zona Tani TVRI Sebagai Kampung Sayur
https://sulsel.idntimes.com/news/sulawesi-selatan/kampung-sayur-kanreapia-semakin-berdaya-berkat-pasar-tani-00-5qckx-bnw29b (diakses 19 Oktober 2025)
rumah-koran.blogspot.com
Instagram @rumah.koran
Instagram @kbakanreapia
Instagram @tvtanirumahkoran
Instagram @kampung.sayur