Sepotong Cerita dari Kanreapia: Ketika Budaya Bertemu Pemuda

Hisss! 

Darah segar langsung terbit menetes. Belum sampai 5 detik pisau cutter itu kupegang, alih-alih jeruk nipis yang ku potong, malah ujung telunjuk kiriku yang tersayat cukup dalam. Entah sugesti, entah memang naas, hampir tiap kali ketika aku menggunakan pisau cutter baru, walau sudah sangat berhati-hati, selalu saja ada tragedi sayatan berdarah yang ku alami. Kalau tak terpaksa kali, tak akan mau aku pakai pisau cutter baru. Dan di rewang kali itu, termasuk kondisi terpaksa, karena aku memang tak bawa pisau dari rumah. Ya tak mungkin kan aku bawa pisau dari rumah untuk rewang lintas kabupaten. Dari Aek Loba ke Batu Bara. 

Tahu rewang, kan? Bagi orang Sumut, rewang adalah salah satu tradisi gotong royong ketika ada hajatan. Ibu-ibu terutama bagian masak-memasak, bapak-bapak bagian peralatan, parut kelapa, mengaduk wajik dan jenang, potong lembu dan sebagainya, anak-anak muda bagian angkat piring, bahan makanan, juga lek-lek-an alias jaga malam. 

Selain rewang, ada juga tradisi gotong royong lain yang dulu sering dilakukan, sekarang sudah jarang kulihat di desaku. Sambatan namanya. Ini jenis gotong-royong ketika kita membangun sesuatu. Biasanya satu atau dua hari selesai. Misalnya bangun rumah (setengah papan), membuat kandang lembu, kandang ayam, membuat cakruk, dan sebagainya. Jadi para tetangga (bapak-bapak biasanya) berdatangan ikut membantu. Si tuan rumah akan menyediakan teh manis dan kudapan. Makan siang umumnya tak disediakan, karena bapak-bapak ini akan pulang ke rumah masing-masing ketika jam makan siang. Lalu sorenya akan lanjut lagi.
 
Nah, satu lagi jenis gotong-royong yang dulunya ada di desa kami adalah gotong royong membersihkan lingkungan. Biasanya diadakan di Minggu pagi. Sehari sebelumnya, Pak Kadus akan berkeliling memberitahu tiap rumah. Dulu, 2 pekan sekali pasti ada gotong royong. Sekarang, setahun sekali pun belum tentu ada. Agaknya makin lama dunia makin sibuk dengan urusan masing-masing ya. Tinggal rewang saja kini yang masih dipraktikkan di desa kami. Apakah di semua desa di Indonesia budaya gotong royong memang makin menipis tergerus masa? 

Ternyata tidak semuanya. Ada satu desa di Indonesia yang karena budaya gotong-royongnya malah membuat desanya jadi dikenal dunia. Desa Kanreapia namanya. Sebuah desa di Sulawesi Selatan. 

Ada apa di Kanreapia? 


Desa Kanreapia terletak di lereng gunung Bawakaraeng, kecamatan Tambolo Pao, di Kabupaten Gowa. Daerah ini dikenal dengan kabut dan suhu dinginnya. Saking dinginnya, desa ini dinamakan Kanreapia yang artinya makan api. Kanre: makan, dan Apia: api. Maksudnya, api dimakan pun masih tetap dingin rasanya. 

Desa ini memiliki tanah yang sangat subur. Sangat cocok untuk bertani. Dulunya masyarakat di sini hanya menanam 3 jenis tanaman pertanian saja yaitu markisa, ubi jalar dan jagung. Namun semenjak adanya Rumah Koran (2014) yang digagas oleh Jamaluddin, seorang pemuda daerah yang memilih pulang kampung setelah tamat S2, perlahan-lahan masyarakat desa mulai teredukasi dalam banyak hal terutama soal pertanian. 

Dari yang dulunya menanam markisa, ubi jalar dan jagung, masyarakat desa ini kini beralih menjadi berbudidaya sayuran. Ada setidaknya 10 komoditas utama sayuran yang dihasilkan desa Kanreapia; buncis, wortel, kol, sawi, labu siam, bunga kol, kentang, tomat, daun bawang, dan seledri. 

Dari yang dulunya bertani dengan menggunakan pupuk kimia, kini penduduk desa berangsur-angsur beralih ke sistem pertanian organik. Selain menghasilkan kualitas sayur yang lebih sehat, desa Kanreapia juga kini mampu menghasilkan sayuran segar dengan jumlah yang melimpah. Sehari panen bisa sampai 20 ton sayuran segar. Saking melimpahnya, di masa pandemi COVID-19, para petani sampai bisa menyedekahkan 50 ton sayur segar ke dapur umum Sat. Brimob Polda Sulsel. 

Aksi ini membuat desa Kanreapia dikenal sebagai Kampung Sayur dan kemudian di 2020 mendapat apresiasi sebagai Kampung Binaan Astra. 
Kampung Sayur


Kegiatan sedekah sayur ini masih terus berjalan hingga kini, menyasar panti asuhan dan pesantren di seluruh penjuru Sulsel. Yang buat aku salut adalah, gerakan yang digagas Jamaluddin melalui Rumah Koran, ternyata dilakukan dengan memanfaatkan sistem gotong royong yang ada di desa Kanreapia ini. Ia menggerakkan masyarakat desa melalui warisan budaya nenek moyang yang bahasa lokalnya di sana dikenal dengan sebutan Akkamissi.

Akkamissi adalah kegiatan gotong-royong masyarakat di Kanreapia yang di lakukan tiap hari Kamis. Jadi setiap Kamis warga punya kebiasaan berkumpul untuk melakukan suatu pekerjaan bersama-sama. Kalau di desaku gotong-royong itu (dulu ya) di hari Minggu, sedangkan di Desa Kanreapia, Kamis adalah hari gotong-royong. Rajin ya, tiap pekan gotong-royong. 

Nah, dengan kebiasaan Akkamissi yang dimiliki desanya, Jamaluddin, penerima SATU Indonesia Award 2017, berhasil menggerakkan warga desanya dalam hal pertanian berbasis ekoliterasi. Seperti dalam pertanian organik, ketika membuat pipanisasi dan sprinkler untuk sistem penyiraman, membuat lahan percontohan, memanen air hujan, membuat kompos, sedekah sayur, dan lain sebagainya, lagi-lagi diterapkan sistem Akkamissi

Begitu juga ketika bersama-sama membangun embung (tempat penampungan air) sampai desa ini punya 100 embung, sehingga Kampung Sayur mampu tetap hijau meski di musim kemarau. Petani di Kanreapia bisa dibilang bisa panen sepanjang musim. Ini semua merupakan hasil dari penerapan edukasi dan gotong-royong, Akkamissi. 
KBA Kanreapia


Dan ternyata efek dari penerapan edukasi dan gotong-royong yang digagas Rumah Koran ini tak hanya sebatas meningkatnya kesejahteraan ekonomi dan tabungan akhirat masyarakat Desa Kanreapia saja. Ada efek pelestarian lingkungan yang signifikan ternyata, sehingga di 2023, Kementerian Lingkungan Hidup pun memberikan penghargaan tertinggi pada desa ini sebagai Kampung Iklim

Tak berhenti sampai situ, keunikan dari sebuah budaya gotong-royong yang diterapkan di desa Kanreapia sehingga bisa menjaga iklim dan lingkungan di desa inilah yang kemudian dilirik oleh dunia internasional pada ajang COP28 di Dubai tahun 2023, sebuah ajang konferensi tahunan tentang perubahan iklim yang digagas oleh PBB. Jamal pun diundang sebagai narasumber pada ajang tersebut sebagai perwakilan Indonesia untuk bercerita tentang Desa Kanreapia, tentang bagaimana pertanian di sana, tentang bagaimana penerapan budaya Akkamissi di Kanreapia sehingga membuat desa itu terjaga iklim dan lingkungannya. 

Cerita tentang budaya gotong royong di Kanreapia ini mau tak mau mengingatkanku pada The Butterfly Effect, efek kepakan sayap kupu-kupu. Sepasang sayap apalah rasanya, namun ketika semua kupu-kupu di sebuah pulau serentak mengepak, tornado yang dihasilkan. 

Kini kita sampai di jaman yang tumbuh kembang generasinya semakin lebih akrab dengan berkompetisi daripada bekerja sama. Memang ada banyak hal yang lebih efektif dan menyenangkan dilakukan sendiri, sedangkan jika dilakukan bersama buat makan hati. Mungkin itu juga yang menyebabkan kita lupa atau pura-pura lupa (sehingga jadi terbiasa lupa) bahwa banyak pula hal yang jauh lebih berfaedah jika dilakukan bersama-sama. Semoga Indonesia yang dulu budaya gotong-royong dikenal sebagai identitas, tidak tinggal sekadar nama ketika bertemu generasi masa depan. 

Tulisan ini didedikasikan untuk memperingati 97 tahun Sumpah Pemuda



Sumber: 

Youtube SATU Indonesia award: Bincang Inspiratif 16th SATU Indonesia Award 2025 Manado

Youtube Rumah Koran: Kanreapia di A_Satu TVRI

Youtube Tv Tani Rumah Koran : KBA Kanreapia di Zona Tani TVRI Sebagai Kampung Sayur

https://rri.co.id/features/390438/kisah-inspiratif-jamaluddin-pencerdas-anak-petani-desa-kanreapia (diakses 20 Oktober 2025) 

rumah-koran.blogspot.com
Instagram @rumah.koran
Instagram @kbakanreapia
Instagram @tvtanirumahkoran
Instagram @kampung.sayur




Kanreapia: Desa Berkabut Yang Menyulap Sayur Jadi Harapan

Pagi itu kabut turun cukup tebal. Dingin mencubit kulit wajah. Tapi aktivitas pagi itu tetap dilakoni penduduk seperti biasa. Satu persatu terlihat mulai turun ke kebun masing-masing. Ada yang mulai memeriksa kondisi dedaunan sawi yang baru kena guyur hujan malam tadi, ada yang mulai mencangkul lahan untuk membuat lokasi pemindahan bibit, ada pula yang sudah sibuk memenuhi bakulnya dengan seledri segar yang baru ia panen. Ah, dingin sudah biasa bersahabat dengan suhu tubuh mereka di sini, Kanreapia.


Berkenalan dengan desa Kanreapia


Kanreapia adalah sebuah desa yang bertanah amat subur di bawah naungan gunung Bawakaraeng. Terletak di hamparan pegunungan dengan ketinggian kuang lebih 2000 m di atas permukaan laut. Ciri khas desa ini adalah dingin, kabut, hujan dan sayuran. Sebagai warga Sumatera Utara, aku langsung terbayang pemandangan Berastagi yang kurasa mirip situasinya alamnya. 

Kanreapia merupakan desa di kecamatan Tombolopao, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Kalau dari ibu kota kabupaten, Sungguminasa, jaraknya sekitar 74 kilometer, atau kira-kira 2 setengah jam perjalanan dari Makassar. 

Pemandangan Desa Kanreapia

Selama ini Kanreapia terkenal sebagai kampung penghasil sayuran segar, karena memang 7 dusun di desa ini fokus menanam sayuran. Setidaknya ada 10 komoditas sayur yang dihasilkan; kol, sawi, tomat, daun bawang, kentang, buncis, wortel, labu siam, kembang kol, dan seledri. Tiap hari desa yang kini juga dikenal dengan sebutan Kampung Sayur ini rata-rata bisa panen lebih dari 20 ton sayur. 

Tapi ternyata dulu masyarakatnya hanya bertani 3 jenis tanaman saja, lho, yaitu markisa, jagung dan ubi jalar. 

Lalu bagaimana ceritanya kini malah sampai jadi pemasok sayuran segar terbesar se-SulSel? 


Sosok Di Balik Kampung Sayur


Transformasi Kanreapia yang sebelumnya hanya menanam 3 jenis komoditas sayuran hingga menjadi pemasok sayur terbesar di Sulawesi Selatan tak lepas dari andil seorang putra daerah bernama Jamaluddin. Setelah menyelesaikan S2-nya, walau sempat menjadi dosen, Jamal memutuskan untuk pulang kampung.

Kalau stay di kampus, banyak profesor, magister dan doktor di sana. Tapi di kampung, saya dibutuhkan kampung saya”. Begitu katanya ketika ditanya kenapa tidak melanjutkan karir di kota. 

Sudah lama Jamal membaca potensi kampung halamannya ini. Lalu ditambah panggilan hatinya untuk mengabdi karena prihatin dengan tingkat pendidikan dan literasi di desanya, Jamal dan rekan-rekannya akhirnya di 2014 membuat sebuah rumah baca bernama Rumah Koran. 

Rumah koran

Di rumah koran ini, yang awalnya bekas kandang bebek lalu dindingnya ditempeli koran, sering jadi tempat berkumpul anak-anak petani, masyarakat, petani muda dan petani tua. Dari yang awalnya hanya wadah baca tulis, berkembang dan meluas menjadi wadah edukasi masyarakat, forum diskusi pertanian, hingga ekoliterasi. Hingga pada 2017, dedikasi Jamal mendapatkan SATU Indonesia Award. 


Lewat Rumah Koran Petani Biasa Menjadi Petani Berliterasi : Sejahtera di Dunia, Sejahtera di Akhirat. 


“Rumah Koran selalu berupaya untuk mengedukasi masyarakat supaya desa ini mampu menghasilkan sayur dengan kuantitas dan kualitas yang bagus”, ujar Jamal. 

Lewat lahan contoh, kami juga memperlihatkan bagaimana supaya sebagai petani kita betul-betul menjaga mata air, bagaimana membuat pipanisasi, membuat penghijauan, hingga menerapkan pertanian organik. Tujuannya agar pertanian bisa berkelanjutan.” Sambungnya. 

Hasilnya, kini petani di Kanreapia bisa bercocok tanam dan panen di segala musim, baik di musim hujan maupun kemarau, tanpa perlu khawatir dengan sumber air. Karena ada air melimpah di 100 embung (tempat penampungan air). 

Saking melimpahnya hasil tani di Kanreapia, di era Covid-19 bahkan desa ini mampu menyedekahkan 50 ton sayur segar ke dapur umum Sat. Brimob POLDA SulSel. Aksi ini kemudian mengantarkan Kanreapia menjadi salah satu desa binaan dalam program Kampung Berseri Astra (KBA) sejak 2021.

Uniknya, sedekah sayur ini pun masih terus dijalankan hingga kini. Menyasar lebih dari 100 panti asuhan yang ada di SulSel, jumlah sedekah sayur kini telah tembus 100 ton. 

Dari petani biasa menjadi petani literasi, petani dermawan. Jadi, sejahtera di dunianya dapat, tabungan akhirat nya juga dapat.” Tukas Jamal mantap. 


Melirik Seledri Karena Literasi


Akhir-akhir ini banyak petani di Kanreapia beralih fokus ke seledri. Pasalnya dari Rumah Koran mereka belakangan jadi tahu kalau tanaman yang tumbuh subur di ketinggian 900 m dari permukan laut ini punya banyak keunggulan dibanding tanaman sayur lainnya. Seperti bisa dipanen (kembali) dalam jangka waktu singkat, mudah dan murah perawatannya, harga jual relatif tinggi, sehingga dianggap lebih efisien. 

Pembibitan 1 bulan, lalu pindah bedeng tanam. 2 bulan setelah masa tanam baru bisa dipanen. Perawatannya pupuk, jaga dari hama, lalu pakai bahan kimia sedikit supaya tidak cacat.” Ujar Hasrullah, salah satu petani seledri di Kanreapia. 

Yang pernah menanam seledri pasti paham. Beberapa tahun lalu aku juga sempat punya 30an pot seledri di rumah. Kalau untuk pemakaian sehari-hari tentunya sampai luber ya, jadi sampai bisa dijual hasil panennya. Dan dalam jangka waktu sepekan setelah dipanen, aku sudah bisa panen lagi. 

Jadi kalau petani di Kanreapia punya lahan luas yang isinya seledri semua, mereka jadi serasa bisa panen seledri tiap hari, dari lahan yang berbeda. Jadi mereka bisa mendapatkan pendapatan harian dari panen seledri. 


Kolaborasi Selalu Jadi Kunci Keberlangsungan Berdaya

Desa Kanreapia

11 tahun Rumah Koran berdiri, Jamal mengakui bahwa kebanyakan aksi yang digagas oleh Rumah Koran tak lepas dari kolaborasi dengan berbagai pihak. Baik masyarakat setempat, sekolah-sekolah dan lembaga pendidikan, Kementerian Lingkungan Hidup, aparat pemerintah, mahasiswa, komunitas-komunitas terkait, panti asuhan, dan lainnya. 

Jadi kita tidak bergerak sendiri”. Tuturnya. 

Seperti dalam hal pemasaran hasil tani, Komunitas Rumah Koran mewadahi pemasaran dalam bentuk macam-macam. Diantaranya melalui program Pasar Tani yang bekerja sama dengan para pengepul sayur. 

Sayur-sayur saya kumpul dari petani, lalu dibawa ke gudang. Setelah itu disortir, baru dijual lagi. Pasar penjualan saya macam-macam, ke Enrekan, Batulincin, Samarinda, bahkan Makassar." Ujar Hamzah salah satu langganan pengepul sayur. 

Kini hasil panen Kampung Sayur sudah memasok ke 18 kecamatan di Kabupaten Goa, sampai ke ibu kota provinsi, bahkan keluar pulau Sulawesi, menembus pasar pulau Kalimantan dan Papua. Jamal berharap ke depannya sayur-sayur Kanreapia bisa go Internasional, diekspor secara global. 


Akkammisi: Kebiasaan Nenek Moyang Menjadi Kunci Menjaga Iklim dan Melestarikan Lingkungan sampai menginspirasi dunia Internasional


Penduduk Kanreapia punya tradisi nenek moyang yang hingga kini masih sering dilakukan, Akkammisi namanya. Sebuah tradisi gotong royong yang dilakukan masyarakat tiap hari Kamis. Jadi setiap Kamis, penduduk akan kumpul bersama untuk melakukan suatu aktivitas gotong royong. 

Tradisi ini kemudian diaplikasikan Rumah Koran dalam memberdayakan masyarakat menjalankan visi misi dan pilar-pilar Rumah Koran dan KBA Kanreapia; pendidikan, lingkungan, kesehatan dan kewirausahaan. Seperti ketika membangun embung pertanian, memanen air hujan, membangun pipanisasi dan sprinkler untuk sistem penyiraman, membuat lahan percontohan, menjalankan sedekah sayur, dan kegiatan lainnya. 

Tak disangka pada 2023, 2 tahun setelah dibina Astra, praktik gotong royong ini malah mengantarkan KBA Kanreapia mendapatkan predikat Kampung Iklim Berseri, sebuah penghargaan tertinggi dari Kementrian Lingkungan Hidup RI. 

Tak tanggung-tanggung, setelah itu Kanreapia juga dilirik ajang internasional pada COP28 (Conference of the Parties of the UNFCCC), pertemuan tahunan yang ke-28 Konferensi Perubahan Iklim PBB, di Dubai. Karena dianggap budaya dari Akkammisi yang diterapkan di Kanreapia ini mampu mempertahankan iklim dan lingkungan di desa itu. 

Wah, seberdampak itu ya. Dari hal yang tampaknya sepele, jadi inspirasi dunia. 

Maka kini Desa Kanreapia punya 3 identitas, yaitu KBA, Kampung Iklim, dan Kampung Sayur

Ensia award

Terakhir di tahun 2025 ini, Jamaluddin sebagai local hero inspiratif meraih penghargaan Environmental Sustainability Innovation Award (ENSIA). Ini karena inovasinya dalam menjaga lingkungan melalui gerakan literasi hijaunya yang mampu menggerakkan partisipasi masyarakat Desa Kanreapia. 


Dari Kampung Sayur Merambah ke Ekowisata, Kapan Waktu Terbaik Berkunjung ke Kanreapia? 


Inspirasi dari Kampung Sayur tentunya mengundang kekaguman dan rasa ingin tahu bagi siapa saja yang mendengar. Berbagai studi banding dari luar daerah, provinsi, dan dari luar pulau se-Indonesia pun banyak berdatangan. Membuka peluang potensi baru bagi Kanreapia sebagai destinasi ekowisata bertema wisata edukasi. 

Pengunjung melihat langsung proses pertanian yang dilakukan di Kampung Sayur ini. Mulai dari pembibitan, penanaman, pemeliharaan, hingga pemanenan. Kita bisa berdiskusi sepuasnya dengan para petani di lapangan.

Bayangkan, berkemah di antara kebun-kebun sayur. Bangun pagi keluar tenda disambut dengan udara dingin dan hamparan hijau sayuran seluas mata memandang yang berselimut kabut. Kita bisa petik sendiri sayuran organik sepuasnya, kemudian langsung kita masak untuk sarapan pagi itu. Wah, bagiku itu sungguh pengalaman yang tak terlupakan dan pasti bakal dirindukan. 

Bulan Maret sampai sebelum musim penghujan.”

Jawab Jamal ketika ditanya kapan waktu terbaik berkunjung ke Kanreapia.

Suhu normal di Kanreapia di bawah 16 derajat Celcius.

Ciri khasnya Kanreapia itu dingin, kabut, hujan dan sayuran. Jadi kalau ke sana wajib bawa jaket”. Ungkapnya sambil tersenyum.


Tantangan dan Tekad


Selama 11 tahun bersama Rumah Koran, dan 4 tahun menjadi desa binaan Astra, meski telah banyak perubahan, inovasi dan inspirasi yang dilahirkan di Kanreapia, desa ini merasa masih tetap perlu terus berbenah, terutama dalam hal melengkapi fasilitas-fasilitas pendukung untuk menciptakan desa Kanreapia yang berdaya dan berdaya saing. Terutama dalam hal wisata edukasi, seperti infrastruktur dan penunjang lainnya. 

Dalam hal pemasaran hasil panen, harapan kedepannya Desa Kanreapia bisa memaksimalkan pemasaran secara online supaya bisa menjangkau pasar lebih luas lagi hingga dikenal secara global. 

Kanreapia bertekad menjadi sentra penghasil sayuran untuk mencukupi kehidupan pangan, meningkatkan taraf hidup, dan menunjang roda ekonomi masyarakat Desa Kanreapia.” Ujar Jamal mantap. 


Harapan yang Tumbuh Dari Balik Kabut


Menjelang senja, perlahan kabut kembali turun, menyelimuti ladang-ladang hijau di lereng gunung. Para petani berjalan pulang sambil membawa keranjang penuh hasil panen. Di balik kesederhanaan itu, tersimpan kisah luar biasa tentang perubahan yang tumbuh dari koran-koran yang ditempel di dinding bekas kandang bebek, dari literasi di tanah yang subur, dari niat melestarikan budaya nenek moyang, juga dari semangat kolaborasi berkesinambungan. 

Kanreapia kini bukan sekadar kampung penghasil sayur. Ia adalah simbol inspirasi dan harapan; bahwa ketika masyarakat, swasta, dan pemerintah bersama menyatukan gerak, bahkan kampung dari balik kabut pun bisa menyulap sayur menjadi masa depan yang cerah. 



Sumber: 

Youtube SATU Indonesia award: Bincang Inspiratif 16th SATU Indonesia Award 2025 Manado

Youtube Rumah Koran: Kanreapia di A_Satu TVRI

Youtube Tv Tani Rumah Koran : KBA Kanreapia di Zona Tani TVRI Sebagai Kampung Sayur

https://sulsel.idntimes.com/news/sulawesi-selatan/kampung-sayur-kanreapia-semakin-berdaya-berkat-pasar-tani-00-5qckx-bnw29b (diakses 19 Oktober 2025)
 
rumah-koran.blogspot.com
Instagram @rumah.koran
Instagram @kbakanreapia
Instagram @tvtanirumahkoran
Instagram @kampung.sayur

Gimana Rasanya Swasembada Caplak di Masa Harga Cabai Melangit?

Lupa aku entah sejak tanggal berapa tepatnya harga cabai di Aek Loba ini sekilo tembus 100 ribu sekilo, entah Agustus entah September mulainya. Dan sampai tulisan ini di tulis, harga cabai merah seperempat masih 25 ribu di sini. (Jadi teringat pidato Pak Presiden di ajang PBB lalu yang katanya Indonesia swasembada beras dan siap ekspor ke mana-mana. Eh, betul nya itu? Bukannya harga beras sejak naik waktu itu sampai sekarang ya masih saja mahal ya?) 

Untuk lidah warga sini yang kalau makan tanpa sambal rasanya kayak "payah ketelen' nasinya, dihadapkan dengan harga cabai yang tiap hari kian meroket itu kok rasanya kayak dianiaya sama negara ya. Padahal bukan dalam rangka hari besar atau libur nasional, dan cuaca pun juga sudah baik-baik lagi kondisinya untuk tanaman cabai. But, why aren't the price going back to normal? Why? 

Para pedagang kuliner menjerit dompetnya, dan pelanggannya menjerit kantongnya. Harga seporsi ayam penyet di sini pun naik (lagi). Kalau sudah naik, walaupun nanti harga cabai turun (entah iya entah entah enggak, dan entah kapan), harga ayam penyet ya tetap nyaman di situ. (Aku sih gak makan ayam penyet, tapi kalau para ponakan main-main ke rumah neneknya, neneknya bakal pasang mode "gofud" ayam penyet buat mereka😄). 

Kami, yang juga termasuk grup makan wajib ada sambal atau gigit cabai (Terutama mamake, aku sih masih bisa lewat) walau ikut palak dengan harga si cabai, sukurnya tetap bisa merdeka makan cabai sepuasnya. (Lambungku saja yang gak merdeka😌) Pasalnya sejak 3 bulan terakhir, kami swasembada caplak. 

Lihat kebunku, penuh dengan caplak. 
Ada yang putih, dan ada yang merah. 
Setiap hari, kusiram semua. 
Caplak yang putih, langsung jadi merah. 
Wkkk. 


Pernah suatu pagi, pas mamake pulang dari pajak, ngasih aku uang 27k. Heh, uang apa ini? Pikirku. Rupanya caplaknya beliau jual, dapat kurleb setengah kilo. Waktu itu harga cabai merah masih 80 ribu sekilo, rawit sekitar 50 ribuan. Dalam hatiku, lumayan lah untuk beli polibag lagi. Pas pula stok polibag sudah ludes🤣. 


Ada berapa pohon caplak di rumah? 


Walau kesannya seperti ada unsur pamer, tapi bolehlah sebagai bahan referensi. Sebenarnya kita butuh berapa banyak pohon cabai sih di rumah supaya gak perlu beli cabai lagi? Pertanyaan ini sebenarnya ya pertanyaan yang sering muncul di kepalaku ketika sengaja menanam banyak tanaman sejenis, seperti cabai, daun sop, dan daun prei.

Karena kini kurasa sepertinya jumlah pokok caplak yang ku tanam di rumah kebanyakan deh, sampai luber-luber buahnya. Walau kalau kondisi sekarang, 'kebanyakan' malah jadi duit karena harga cabai lagi selangit. Wkkk

Nah, sampai tulisan ini ditulis di kebunku ada 13 pokok caplak yang di tanah, 3 yang di polibag, dan ada tumpukan beberapa pokok caplak dalam 2 pot (jadi enggak tahu totalnya berapa, anggap saja 20 lah ya).
Pohon dan buah Cabai Caplak cabai rawit putih segar dalam bingkai polaroid

Tapi tak semuanya berbuah dengan porsi yang sama. Ada 4 pokok yang buahnya lebat banget, Sisanya bervariasi, ada juga yang malah berbunga pun belum. Karena waktu penanamannya juga tak sama. 3 kali menyemai.

Seingatku, penyemaian yang kedua dibuat setelah generasi pertama mulai berbunga. Penyemaian ketiga adalah cabai merah. Yang bertahan hidup dari serangan bekicot hanya 7 pohon, dan sebahagiannya masih di polibag yang isinya berkelompok. Statusnya beberapa sudah mulai berbunga. 

Oiya, For your information, semenjak cabai merah mahal, bisa dibilang mamake gak pernah beli cabai sih. Jadi sambal kami murni caplak semua. Dan caplak yang kutanam ini rasanya tak sepedas caplak pada umumnya. Heran juga. Oiya satu lagi, walau bibitnya sama, hasilnya beda-beda. Tergantung kesuburan pohonnya, lokasi serta asupan sinar mataharinya. Yang di tanah umumnya lebih banyak buahnya dibanding yang di polibag. Tapi yang di tanah pun walau pohonnya sama-sama besar, buahnya ada yang lebat ada yang jarang, ada yang buahnya gendut-gendut dan ada juga yang buahnya langsing semua satu pohon. 

Nah, jadi kalau ditanya butuh berapa pohon cabai sih supaya gak perlu beli cabai lagi? Ya tergantung kita serakus apa sekali makan cabai, dan sebanyak apa yang buah yang dihasilkan dari satu pokok cabai kita. 

Sekarang ini, hikmahnya "punya pokok cabai kebanyakan" gak ada ruginya sih. Kalau kebanyakan untuk konsumsi sendiri, ya jual aja sono ke pajak. Atau bagi-bagikan ke tetangga.

Tapi kalau mau ngasi tetangga, saranku sih, kita sendiri yang petik. Soalnya lain tuh kalau tetangga yang petik. Berhubung karena tanaman itu bukan miliknya, jadi perlakuannya ke tanaman yang sedang di petik itu tak jarang membuat pemiliknya, kita, malah menyesal sendiri. Maksudnya mau ngumpulin pahala eh, malah jadi makan hati nanti. Hehehe. Hanya para pemilik tanaman yang mengerti. ✌

Jadi ada berapa pohon cabai di rumahmu? Bisa swasembada cabai juga tak? 😁

Supaya Nyaman Berkebun di Musim Banyak Nyamuk

Siapa bilang musim penghujan adalah musim yang paling banyak nyamuknya? Kalau aku bilang musim yang paling banyak nyamuk dan paling ganas serangan nyamuknya justru ada di musim kemarau, percaya gak?

Aku juga baru ngeh dengan fakta ini bulan lalu, Juli, saat kemarau sedang di puncak-puncaknya untuk kawasan Aek Loba dan sekitarnya. Selain penampakan awan hujan yang hampir sebulan gak pernah kelihatan, suhu pun tiap hari makin panas. Malam pun sampai 32 derajat Celcius. Rata-rata penduduk Aek Loba susah tidur di malam hari saking gerahnya ditambah lagi nyamuk yang luar biasa banyaknya. Hingga akhirnya banyak penduduk yang bertumbangan. Jadilah bulan Juni (hingga Agustus) tahun ini selain musim kemarau juga jadi musim nyamuk dan musim sakit di sini. Mentang-mentang di Aek Kuasan sini ada 99 musim ya. 😏


Aku ingat ada turun hujan 2 kali di pagi hari (sejenak) setelah setengah bulan tak hujan. Nah, besoknya kok jadi banyak nyamuk kecil-kecil masuk kamar, dan makin hari makin ngelunjak

Halaman rumah kami kan rumput manis ya kan. Cuma lewat saja aku dari pintu depan ke rumah sebelah yang jaraknya kurleb 10 meter, nyamuk yang mengikutiku ada lebih dari 30 ekor, yang menempel di kulit bejibun. Ih, ngeri lah pokoknya. Padahal kalau soal air menggenang ya mana ada, pot bunga saja pun kering kerontang. Di mana lah nyamuk-nyamuk ini berkembang biaknya kok waw kali jumlahnya. Hujan yang waktu itu pun tak mampu membuat parit riul berair. Sat, kering. 

Tapi nyamuk-nyamuk ini ramai di mana-mana. Di tanaman-tanaman bungaku, di rumput-rumput, di bawah pokok rambutan, di pagar-pagar bambu, di tanaman cabai-cabaiku yang di polibag dekat dinding rumah, di rimbunan tanaman kemangi, bahkan di tanah-tanah lokasi tanaman cabai caplakku. Apakah nyamuk juga bisa berkembang biak di tanah ya? 

Sungguh fenomena nyamuk yang merajalela ini sedikit banyaknya jadi menurunkan tingkat kerajinan berkebunku awalnya. (Seh, sok rajin😅).Tapi ya cemana ya kan, cuaca udah lah panas terik plus kering-kerontang begini, kalau tak disiram tanaman-tanaman ini, pindah alam lah mereka🙄. Sehari wajib pagi sore disiram. Kalau tidak, sujud-sujud lah mereka, layu.

Rajin berkebun, sehat raga serta jiwa


Berkebun itu tak cuma petik-petik cabai kangkung dan semangka. Itu mah namanya panen bukan berkebun.

Bagiku berkebun itu... Mandi matahari sambil mencangkul lahan, buat kompos, mengangkut sampah sambil main tanah, memilah bahan bibit lalu dijemur sebelum membibit, buat penangkal hama, mencabuti gulma lalu dikasihkan ke anak lembu untuk cemilannya, menampung air cucian beras untuk dijadikan pupuk cair dan bahan semprotan hama, memindahkan bibit ke wadah yang lebih besar lalu dipindahkan lagi ke tanah kalau sudah besar, nyariin ulat satu-satu yang main petak umpet di daun-daun cabai, berburu bekicot malam-malam, pasang jaring supaya ayam tetangga gak mandi-mandi di bawah pokok cabai, memindahkan pot-pot bunga dan tanaman supaya gak diembat lembu pas mereka difungsikan jadi mesin potong rumput di halaman, mangkas pagar bambu biar rapi dan merapikan tanaman hias yang perlu dipangkas pakai pisau kater (berhubung gunting pagarku udah rusak). Mangkas pokok terung, rimbang, dan daun jeruk purut yang sudah terlalu rimbun supaya bertunas lagi (ya sambil dipanen lah pastinya), membabat daun ubi, daun katu dan daun ubi jakarta yang sudah menyemak tinggi, mencas batang daun pandan untuk stok masak nasi sambil dijadikan bunga meja sejenak, kadang juga sekadar metik bunga melati yang sudah mekar untuk dijadikan pengharum kamar.

Ya bukan berarti semuanya itu dilakukan tiap hari loh ya. Tapi tiap hari (kalau pas rajin) pasti ada kegiatan berkebun yang dibuat, paling gak aktivitas menyiram tanaman. 

Bagiku berkebun itu aktivitas yang kompleks; bukan cuma sekadar kegiatan bersih-bersih pekarangan, tapi juga memungsikan lahan jadi cantik dan menghasilkan, lalu sebagai gerakan ikut merawat bumi lewat mengompos dan menambah pasokan oksigen, tak hanya menyehatkan badan tapi juga jiwa.

Beraktifitas di bawah sinar matahari pagi meningkatkan produksi serotonin dan endorfin. Tak usah pun memanen hasil tanaman sendiri, tiap kali melihat yang kita taman dan rawat tumbuh dengan baik, berbunga apalagi berbuah selalu ada dopamin yang dilepaskan tubuh. 3 dari 4 hormon bahagia meningkat produksinya dengan aktivitas berkebun. Jadi jika sehari tak turun berkebun, rasanya rugi. Walau hanya menyiram tanaman pun jadi. 


Supaya Berkebun Tetap Nyaman dan Aman


Perihal banyak nyamuk ini, bagiku bukan hanya karena khawatir gigitannya menyebabkan penyakit malaria, DBD, cikungunya dan jenis penyakit lainnya yang dibawa nyamuk. Aku lebih khawatir dengan efeknya ke kulitku yang sensitif. Gatal sedikit saja efeknya langsung memicu alergiku. Lengkapnya ada di Cerita Alergi: Obat Absurd Tapi Ampuh.

Makanya kalau soal nyamuk, di rumah alat tempurku minimal ada kelambu, raket nyamuk, dan lotion nyamuk. Aku tak tahan anti nyamuk jenis bakar dan semprot. Dulu pernah pakai anti nyamuk elektrik sih, tapi merasa boros dari segi biaya, kurang ramah bagi organ pernapasanku, serta menghasilkan sampah juga, jadinya aku lebih pilih pakai kelambu dan raket listrik. 

Nah, dalam hal berkebun ku merasa lebih nyaman memakai lotion nyamuk. Dan ketika puncak serangan nyamuk bulan Juli kemarin, ku tambahkan dukungan raket nyamuk. Wkkk

Berikut 8 alat tempur yang wajib aku bawa dan gunakan saat berkebun:

1. Sunscreen alias tabir surya

Tabir surya ini wajib dipakai karena biasanya aku kalau udah keluar pasti banyak panas-panasannya. Apa lagi cuaca di Aek Loba ini kalau panas ya terik banget. Kadang kalau keasikan juga bisa sampai lewat tengah hari masih di luar. Ya walau kadang lupa pakai juga. Makanya sejak balik Aek Loba warna kulitku makin eksotis🙃. 

2. Topi

Paling suka pakai topi petani yang lebar gitu, jadi mau seterik apapun matahari, wajah dan kepala tetap adem rasanya. 

3. Kaos kaki

Bagiku kaos kaki ini wajib karena aku gak suka pakai booth karet, lebih suka pakai sandal jepit ketika berkebun. Kaos kaki ini manfaatnya banyak banget buatku; mencegah belang pada kaki, tak buat pasir dan tanah masuk di celah-celah kuku, dan tak membuat tumit kaki pecah-pecah (atau kalau pun sudah terlanjur tidak akan membuat tumit menjadi hitam retakannya), selain itu meminimalisasi kena gigitan semut dan serangga lainnya. 

4. Sarung tangan

Baik main tanah atau pun enggak, sarung tangan ini tak boleh absen, apalagi ketika job desk hari ini bagian memangkas ranting daun jeruk purut, bunga mawar, bunga kertas dan mengambil serai. Selain bisa meminimalisasi tertusuk dan terbeset duri, juga bisa menghindari gatal dan pastinya tangan tetap bersih dari tanah. 

5. Pisau kater

Meski sepele tapi ini termasuk yang kadang lupa ku bawa. Ketika butuh digunakan barulah teringat. Aku sih kalau sudah keluar paling malas masuk rumah lagi, dan paling anti menyuruh-nyuruh yang di dalam rumah untuk mengambilkan sesuatu. Makanya butuh atau enggak, kater, pisau dan parang selalu kubawa sebelum keluar rumah. 

5. Pisau

Udah bawa kater kenapa bawa pisau lagi? Pisau ini bagiku gunanya bukan untuk memotong sih. Lebih untuk membuat lubang bibit ketika dipindahkan ke polibag yang lebih besar. Dan untuk mencungkil bibit yang akan dipindahkan. 

6. Parang

Sama halnya dengan pisau, parang ini pun fungsinya sama, hanya saja lubangnya lebih besar dan lebih dalam. Biasanya untuk memindahkan tanaman dari polibag ke tanah. Kalau untuk memotong ranting dan batang besar, aku lebih suka pakai perpaduan cutter, parang dan gergaji. 

7. Lotion nyamuk

Sejak 2 tahun terakhir aku selalu pakai lotion nyamuk dulu baru keluar rumah untuk aktivitas berkebun. Pasalnya area perbatasan dengan tanah tetangga, yaitu area di dekat pohon rambutan pagar bambu dan pohon kelapa bagian ujung, entah kenapa selalu ada nyamuknya besar-besar. Padahal dulu enggak ada. Mungkin karena lumayan teduh ya dan di bawahnya juga rumput dan sebelahnya tanah tetangga juga rumput. Makanya sejak itu ya sekalian saja pakai lotion anti nyamuk. 

Nah, biasanya aku hanya pakai lotion saja ya kan, tapi semenjak Juli kemarin yang nyamuknya ngelunjak, aku tak hanya pakai di kulit saja, tapi juga ku usapkan ke jilbab, dan seluruh pakaian hingga kaos kaki. Lalu tube-nya ikut ku bawa ke luar rumah. Biasanya cukup sekali pakai saja, tapi nyamuk bulan Juli kemarin sungguh kurang ajar. Sekali pakai hanya tahan 1-2 jam saja, kadang harus pakai ulang beberapa kali.
Dee-dee mosquito repellent lotion orange yuri indonesia

Sengaja pilih lotion penolak nyamuk dee-dee dari Yuri Indonesia ini dengan pertimbangan lotion-nya aman untuk kulit anak-anak, jadi ya seharusnya aman untuk kulit sensitif ku ya kan. Lotion anti nyamuk ini cepat meresap di kulit dan ada sensasi lembab gitu di kulit dan telapak tangan. Gak ada rasa panas di kulitku dan gak terasa lengket. Ketika dioleskan ada wangi jeruknya gitu, segar macam pengharum ruangan. Wanginya bertahan kurang lebih semenit. Setelah itu hilang. Oiya, kuingat pernah cuci tangan setelah sejam pemakaian, dan saat cuci tangan pertama terasa lotion-nya tercuci gitu, berarti lotion-nya menempel tapi gak terasa lengket ketika kering ya kan. Dan yang tak kalah penting produk-produk dari Yuri ini tidak terafiliasi dan mendukung Si Rewel ya kan. 

8. Raket nyamuk

Sebelumnya raket nyamuk tak pernah kubawa. Gara-gara nyamuk bulan Juli ini lah raket nyamuk ini menambah daftar alat tempur berkebunku. Fungsinya? Ya tentu menyetrum nyamuk. Jadi pagi sebelum memulai aktifitas berkebun, aku mencari korban dulu... Wkkk... Mencari nyamuk maksudnya. Sampai baterai habis. Lalu dicas lagi dan sorenya ku mencari mangsa lagi. Di kegiatan inilah ku menemukan kalau di tanah-tanah juga banyak nyamuk besar-besar. Heran sih. Aktivitas ini ku lakukan tiap hari selama sepekan. Dan hasilnya... Jumlah nyamuk berkurang drastis. Alhamdulillah. Kini raket nyamuk ini sudah bisa tidak ikut berkebun😁. 


Nah, demikianlah sekilas pengalaman berkebunku di musim kemarau Juli lalu, musim yang nyamuknya ganas luar binasa. Semoga bermanfaat bagi kamu yang juga suka berkebun ya. Kalau kamu, biasanya supaya aktivitas berkebun tetap nyaman dan aman saat musim banyak nyamuk gimana, nih

Program Ekstra Gembira Telkomsel Menghilang

Program Ekstra Gembira Telkomsel hilang?

Iya. Hilang tiba-tiba. Tepatnya di pekan kedua periode bulan ini, periode 15 Juli - 14 Agustus. Sekitar tanggal 21 atau 22 Juli gitulah hilangnya. 

Program Ekstra Gembira Telkomsel yang biasanya bisa ditemukan lewat menu Reward, atau bisa juga dicari dengan membuka area Promo di aplikasi MyTelkomsel ini, kini kalau diklik tidak akan terlihat sub menu "Kuota Internet" nya. Hanya tinggal "Undian" dan "Voucher" saja. 
Tangkapan layar menu reward di Aplikasi mytelkomsel

Padahal tautan langsungnya masih bisa dibuka, lho.  Jadi ceritanya di periode lalu aku sempat membagikan tautan langsung  program ini via WA ke Kak Dhika. Nah, pas aku coba klik tautannya, masih aktif. Dan jelas-jelas di situ hitungan mundurnya masih berjalan; "Berlaku sampai 340 jam lagi" (ketika tulisan ini diketik). Memanglah Telkomsel ini ya.  
Program ekstra gembira Telkomsel menghilang

Padahal sengaja agendanya mau tukar kuota gratis di pertengahan periode alias akhir Juli ini. Berhubung memori ponsel sudah lapang lagi. Eh, kok malah pas pagi-pagi mau tukar, enggak ada pula dia di menu Reward.

Penasaran, jadilah mengubek-ubek isi di bagian promo. Tetap gak ketemu. Lalu ingat dengan tautan yang di WA. Pas diklik, eh ada. Tapi pas dibuka, bagian yang biasanya ada pilihan kuota yang bisa ditukar enggak loading-loading walau ditunggu sampai matahari terbenam. Apa mungkin aplikasinya lagi perbaikan? 

Tak putus asa, besoknya dicoba lagi. Nihil. Besoknya lagi lalu besoknya lagi, dan besoknya lagi. Dah lah. Muak aku. 

Sempat Ada Program Kuota Gratis Baru


Entah apa maksud Telkomsel ini. Padahal ya kan, sebelum ganti periode, beberapa hari sebelum tanggal 15 Juli itu, ada program baru seputar tambahan kuota gratis yang muncul di bagian promonya, walau ya lebih mahal sih syarat untuk bisa tukar. Tak sempat pula kutangkap layar.

Singkatnya makin besar pembelian transaksi di periode yang sedang berjalan, makin besar kuota gratis yang bisa ditebus. Bedanya dengan Program Ekstra Gembira adalah harga tebus dan masa aktifnya. Kalau di Program Ekstra Gembira kita bisa tebus dengan 10 Rupiah dengan masa berlaku 24 jam, yang di program baru ini harga tebusnya sampai 10 ribu Rupiah tapi masa berlakunya 7 hari. Besar kuotanya berapa aku lupa. Tapi tak sampai 10gb kayaknya. Aku sih ogah. Mahal kurasa.

Kini si Ekstra Gembira hilang, yang baru (beberapa hari) tadi pun hilang juga. Labil ya. 


Btw, aku belum sempat komplain eh, mengadu ke call center nya sih. Paling ya nanti jawabannya diputar-putar, mohon maaf tapi enggak beneran minta maaf, cuma sekadar formalitas saja. Dan kalau pun kita minta solusi, dia akan bantu tapi sebenarnya sama sekali enggak membantu, hanya mengajak mutar-mutar lalu balik lagi ke tirik nol tapi waktu sudah habis seharian. Haeee... Begitu sih pengalaman-pengalamanku kalau mengadu ke costumer service Telkomsel via aplikasi MyTelkomsel atau via e-mail resminya. (Beda kali sama PLN Mobile. Eh kan. 😅) 

Entah kalau kamu mau coba tanya juga ke CS MyTelkomsel. Aku mungkin sudah ditandai sama mesin bot-nya. 

Time to Say Good Bye


Jadi intinya, periode ini program kuota gratis dari Telkomsel Ekstra Gembira enggak ada lagi bagi yang belum sempat tukar. Dan kayaknya keberlangsungannya di bulan-bulan selanjutnya pun tipis harapan. RIP Ekstra Gembira! Semoga engkau digantikan dengan program kuota internet gratis yang lebih murah lagi. (Ngarep). Aamiin.

Kini satu-satunya program tambahan kuota internet gratis dari Telkomsel ya cuma yang ada di  Stamp Berhadiah dan Jelajah Nusantara aja lah. Lengkapnya silakan lihat di Cara Mendapatkan Kuota Internet Gratis Tiap Bulan

Jadi apakah kamu golongan yang berejeki sempat tukar kuota gratis bulan ini? 




Cara Mudah Naik Kereta Api Medan-Binjai

Medan memang beda dengan kota-kita besar lainnya. Ada kesemrawutan yang hanya dimengerti oleh penduduk Medan saja. Lampu sein kiri hidup tak selalu berarti bakal belok kiri. Ini Medan, Bung! Udah betul-betul pun kita ikuti petunjuk arah jalur di stasiun masih juga bisa bingung dan nyasar. Apalagi untuk yang pertama kali masuk stasiun Medan selama dan setelah masa renovasi. Termasuk aku.

Pernah 3 kali naik KA Medan-Binjai di bulan berbeda (sejak 2024), berbeda juga peraturan di stasiun Medan. Mulai dari pintu masuk yang di lantai 1 dan 2 menjadi hanya bisa masuk dari lantai 2 saja (untuk KA Medan-Binjai), check in yang sebelumnya di lantai 2 sebelah kanan menjadi beda lantai juga beda arah, dan pintu keluar stasiun Medan yang sebelumnya bisa 2; depan Centre Point dan depan Lapangan Merdeka menjadi hanya bisa yang depan Lapmer saja. Hal begini sungguh membuatku jadi gedebag-gedebug mengejar waktu keberangkatan, padahal dari awal sudah diperkirakan waktunya supaya bisa santai dan baik jalannya. 

Nah, supaya waktu efektif dan perjalanan efisien alias bebas bingung, berikut langkah-langkah praktis mulai dari cara pesan dan beli tiket kereta online, memilih pintu masuk stasiun yang tepat, check in dengan e-tiket, cara menemukan peron kereta, mencari nomor kursi, hingga keluar dari stasiun tujuan, tanpa pakai drama nyasar sana-sini. 

1. Pesan dan Beli tiket KA Medan-Binjai online

Cara paling gampang pesan dan beli tiket KA Medan-Binjai online adalah melalui aplikasi Access by KAI

  • 1. Unduh aplikasi Access by KAI di play store, lalu buat akun. 
  • 2. Buka aplikasi, pilih Bandara, lalu pilih Medan. 
  • 3. Pilih tujuan,  tanggal pergi, jumlah penumpang, lalu klik Cari Tiket KA Bandara
  • 4. Pilih jadwal kereta,  masukkan data penumpang, klik Lanjutkan, lalu Bayar. Pembayaran bisa pakai KAI Pay, e-wallet OVO, dan Motion Pay. 

Setelah bayar, lihat menu Tiket Saya untuk melihat e-ticket dan nomor kursi. 
Kalau dapat No Seat, ya berarti berdiri. Aku biasanya skrinsut e-ticket ini (lalu kirim ke grup WA yg isi anggotanya aku sendiri) biar gampang nyarinya ketika mau check in di boarding pass

Oiya, beli tiket KA via aplikasi ini hanya bisa paling lambat 1 jam sebelum keberangkatan ya. 

2. Pastikan Masuk dari pintu Stasiun Keberangkatan KA Bandara

Jangan salah pintu masuk ya, masuklah dari pintu keberangkatan KA Bandara yang di depan Centre Point, atau pintu KA Bandara yang di lantai 2 kalau dari depan Lapangan Merdeka. Karena pintu lantai 1 untuk tujuan Medan-Rantau Prapat. 

3. Check in e-ticket di boarding pass

Masuk dari depan Centre Point
Kalau kita masuknya dari depan Cepo, lanjut naik eskalator - belok kiri (sampai ketemu ketemu stand parfum di kiri, kanannya eskalator) - turun eskalator- akan ketemu boarding pass Sri Lelawangsa line (Binjai, Kuala Binge). Scan e-ticket di pintunya, lalu turun eskalator, ikuti saja jalurnya menuju peron keretanya (katanya sih peron 5).

Masuk dari lantai 2 depan Lapangan Merdeka
Jika masuk dari lantai 2, belok kiri - terus saja lewati bagian wilayah yang ber-AC itu (itu ruang tunggu dan wilayah untuk KA ke Kualanamu), sampai ketemu stand parfum sebelah kanan dan eskalator sebelah kiri. Turun eskalator sebelah kiri - akan ketemu boarding pass Sri Lelawangsa line (Binjai, Kuala Binge). Scan e-ticket di pintunya, lalu turun eskalator, ikuti saja jalurnya menuju peron keretanya (peron 5).

4. Cari Nomor Kursi

Setelah ketemu keretanya, carilah nomor gerbong yang tertera di tiket (bisa tanya petugas jika ragu), lalu carilah nomor tempat duduk kita. Duduk manis menunggu kereta berangkat dan sampai ke stasiun tujuan. 

5. Keluar stasiun Binjai

Dalam waktu 22 menit, KA Sri Lelawangsa pun tiba di stasiun Binjai. Pastikan tidak ada barang yang ketinggalan sebelum keluar dari kereta. Ikuti saja arus penumpang, dan kita pun sampai di pintu keluar stasiun Binjai. Saranku sih keluarnya gak usah buru-buru mau cepat, karena jalur di luar juga hanya satu, jadi gak akan bisa motong-motong jalan sih. ikuti saja kelambatan arusnya. 😌

KA Medan-Binjai Dulu VS Kini

Dunia perkeretaapian Sumut kian canggih dan terus berbenah. Mulai dari teknologi, fasilitas serta pelayanan. Walau masih menerapkan sistem 'kasta'. Namanya juga Indonesia. 

Pengalaman pertamaku naik kereta Api Medan-Binjai dulu di tahun 2018 (kalau tak salah waktu itu Muswil FLP SU di Binjai. Pergi naik KA, pulang naik Mebidang). Zaman itu kereta api Medan-Binjai Sri Lelawangsa sistemnya bangku sedikit tanpa nomor kursi. Penampakannya seperti metro yang ada dan lebih banyak lokasi untuk berdiri. Beli tiketnya harus antre di stasiun. Harga tiket 5000 Rupiah.

Dan ketika kereta datang, agak ngeri pemandangan; penumpang yang hendak berangkat berebut masuk, dan penumpang yang baru sampai berebut turun. In my pont of view at that time, It was really an under civilized scene. Orang kota, yang berpendidikan, yang bajunya cantik, yang penampilan berkelas, yang punya banyak duit, tapi sangat tidak tertib. Memalukan. 

Pengalaman kedua Naik KA Medan-Binjai di Maret 2024 ketika keretanya sudah 'mewah'. Ada kursi dan nomor kursi, AC super adem, kursi empuk dan ada pembatas dudukan tangannya, ada colokan, keretanya cantik luar dalam.  Pesan, beli tiket dan bayarnya tinggal lewat hape saja. dan yang paling penting itu berangkat  dan tibanya sangat tepat waktu. Kita bisa menikmati kemewahan kereta dan pengalaman futuristik hanya dengan merogoh kocek 5000 Rupiah saja. Enaklah pokoknya. Tampaknya sistem yang rapi berhasil meredam kebarbaran penumpang ya. 

Terus berbenah. Patenlah. Kemarin 27 Juni 2025, pada kunjunganku ke Kyokue yang ke 4 kalinya (sejak Maret 2024), ketika turun dari KA Sri Lelawangsa di stasiun Binjai, ada 2 hal yang berbeda dari pengalaman sebelumnya.

Yang pertama adalah bahwa hanya ada 1 jalur keluar bagi penumpang yang turun. Sebelumnya setelah keluar dari pintu kereta, ada banyak jalan yang bisa dilalui, lalu bertemu di jalur keluar stasiun. Kali ini begitu keluar pintu kereta, kita akan langsung berada di satu jalur bersama penumpang lainnya sampai keluar pintu stasiun. Alurnya jadi rapi memang, tapi lambat sekali geraknya (kurasa). 

Yang kedua adalah pintu masuk bagi penumpang yang baru check in (penumpang Binjai yang hendak ke Medan) dikunci. Pintu baru dibuka setelah semua penumpang kereta turun dan keluar dari 1 jalur tadi kosong. Oh, kebijakan bagus ya. Jadi tak ada lagi bentrokan antara penumpang yang hendak turun dan yang hendak naik. Safety first

Nah, itu dia tadi ulasan cara gampang naik KA Medan-Binjai, tanpa bingung dan tanpa nyasar berdasarkan pengalamanku. Saran paling gampangnya sih, tanyalah sama penumpang tetap KA Sri Lelawangsa tentang berita terbaru seputar cara naik Kereta Api Medan-Binjai ini. Sama si Kyo misalnya. 😊


Pengalaman Menyelamatkan Mint Terserang Hama

Bertahun-tahun lalu, aku pernah punya puluhan pot tanaman mint. Dari yang kecil hingga yang jumbo. Wujudnya dijejerkan di teras, dijadikan hiasan di meja kamar, atas kulkas, hingga dipajang jadi tanaman gantung.
Tanaman spearmint yang difoto dalam frame polaroid

Awal menanam mint gara-gara masuk angin tak sembuh-sembuh sebulanan. Disertai batuk macam orang teruk. Waktu itu akhirnya (terpaksa jugalah) aku kusuk di Aek Loba, masih kawasan rumah tetangga lah ceritanya. Terpaksa? Iya. Karena dulu pas masih ngekos di Tuasan, pernah sekali nyoba ikut kusuk bareng si Dahlia yang hobi kali kusuk. Habis itu besakitan semua badanku rasanya. Kapok lah gak mau kusuk-kusuk lagi.

Nah, tetanggaku tadi (salah satu tukang kusuk di Aek Loba), ternyata punya tanaman mint di rumahnya. Disarankannya untuk minum rendaman daun mint juga untuk meringankan masuk anginku tadi. Jadilah dikasinya beberapa batang, disuruh tanam sebagiannya.

Tak sampai sebulan, pertumbuhan daun mintku luar biasa pesat. Yang buatku heran daunnya pun jadi besar-besar. 3-4 kali lipat besarnya dari ukuran ketika dikasi bibitnya. Apa karena tanahnya? Batinku.
Daun mint besar spearmint yang dipegang dengan tangan kiri dibingkai dalam frame polaroid



Ketika Hama Menyerang


3 bulan merawat mint, mulailah satu persatu hama datang. Paling tidak ada 3 jenis hama mint yang pernah ku perangi.

 

1. Ulat

Tanaman mint yang kena serangan ulat ditandai dengan daunnya yang bolong-bolong. Sungguh ulat ini enggak kelihatan wujudnya macam apa, dicari-cari susah kali ketemunya. Padahal sudah diperiksa daunnya satu-satu. Tapi yang nampak hanya jejak kotorannya si ulat. Pelakunya enggak pernah dapat. 

Karena tujuanku menanam mint untuk dipanen daunnya dan dijadikan teh, yang kupilih pastinya daun yang bagus ya kan. Daun yang ada bolongnya tentu segan aku memilihnya. Tapi karena hampir semua daunnya ada jejak bolong ulah para ulat, ya cemana ya kan. 

Bentuk perlawananku pada serangan hama ulat ini waktu itu ya rajin-rajin membuangi daun yang ada bolongnya, dan diperiksa satu-satu alias cari ulatnya tiap pagi dan sore. Cara Ini sungguh menguras energi.  Akhirnya, karena lelah dan muak juga sepekanan lebih kerjaan itu-itu saja tiap hari, tanaman mint yang ada tanda kena ulatnya ku gundul sekalian. Yang parah kali ku bakar sak tanah-tanahnya. Potnya ku cuci pakai deterjen, lalu isi tanah dan tanam lagi dengan bibit yang sehat. Oiya, bibitnya ku celupkan terlebih dahulu dengan air deterjen  lalu diguyur dengan air bersih mengalir. Barulah ditanam. Jangan lupa jauhkan tanaman sejauh-jauhnya dari tanaman yang dicurigai kena ulat. Barulah aman. 

2. Si Lalat Putih

Si lalat putih ini entah dari mana ini datangnya. Satu, satu, lama-lama beribu. Perjuangan menyelamatkan tanaman daun mint ku yang kena lalat putih ini, selain menyita energi juga menyita emosi. Dibanding ulat, lalat putih lebih cepat tingkat penyebarannya. Gimana enggak... Ulat merayap, lalat terbang cuy. Walau pun lalat putih ini kelihatan sementara ulat enggak, tapi karena kelihatan inilah jadi makin palak awak ngeliatnya. Selain itu pandai kali dia milih sasaran, tahu saja dia daun yang gemuk-gemuk. 

Tanaman mint yang kena lalat putih makin lama akan makin menciut, selain itu lalat putihnya pun makin banyak. Oiya, waktu itu aku anti dengan pestisida kimia. Pernah coba dengan air rendaman daun bawang, tapi gak mempan. Jadi langkah terakhir yang kulakukan mirip dengan cara penanganan ulat. Ku bakar. Gak pakai acara digunduli karena lalat putih yang tak kebakar bakal balik lagi ke situ. Atau ya mana tahu entah ada telurnya yang ketinggalan di tanah ya kan. Jadi ya bakar saja sekalian semuanya. Tanam lagi yang baru di lokasi yang jauuuuuuh dari lokasi awalnya. Menghindari radius jangkauan si lalat putih.


3. The Unknown and invisible (Si Enggak Tahu Apa) 

The Unknown and Invisble ini nama yang kubuat sendiri ya, bukan nama hama aslinya, karena aku juga tak tahu nama si hama ini karena dia tak kelihatan wujudnya, entah apa. Hanya saja kelihatan di daun mint nya. Tanaman mint yang kena hama ini ditandai dengan bagian bawah daun ada bercak kuning kecoklatan. Daun ini lama-lama akan menguning dan gosong. Daun mint yang sehat sangat jarang menguning walau pun sudah tua sekali. Dan sejauh ini belum pernah ku jumpai. Jika ada daun mint yang menguning (seperti daun-daun pada umumnya yang sudah tua lalu layu), bisa dicurigai kalau tanaman mint itu kena hama jenis ini. Selain itu daun yang terkena hama ini jadi gampang terpotel, kalau disenggol saja bisa lepas. Aslinya daun mint yang sehat agak susah dipetik loh, walaupun sudah tua sekali. 

Selain itu, jika terkena hama ini, tanaman mint makin lama akan makin kerdil, baik batang maupun daunnya. Apalagi daunnya makin lama makin kecil. Dan kalau sudah parah tunas barunya pun gosong. 

Berdasarkan pengamatanku, kecepatan penyebaran hama ini tiap hari meningkat minimal 2 kali lipat dari hari sebelumnya. Dan biasanya pas pertama kali diketahui, sudah meyebar banyak, karena memang tak kelihatan. Kalau tak rajin-rajin tiap hari cek satu-satu bagian bawah daunnya, dah lah. Yang sayangnya, ketika kita mau tanam kembali, mencari batang yang masih sehat daunnya sungguh sangat langka. 

Dan ini lah salah satu penyebab tanaman daun mint ku musnah bertahun-tahun lalu. Selain karena waktu itu tak ada lagi yang mengurusnya (padahal sudah kena hama pula), juga karena ditinggal hampir 2 bulan di masa jadi penghuni RS waktu itu. 

Nah, tahun ini, awal Februari, aku kembali punya tanaman mint karena memanfaatkan voucher tokopedia. Beli online bibit mint ceritanya. Tapi alangkah dilemanya aku ketika paketnya kubuka. Bibit mint nya kerdil. Tanpa perlu cek daunnya pun sudah yakin aku kalau bibit yang datang ini  kena hama The Unknown and Invisible.

Karena pengalaman sebelumnya aku gagal melawan hama ini, dan menimbang kalau makin lama diselamatkan akan makin tinggi tingkat kemusnahannya, jadi tujuan utamaku adalah menyelamatkannya dulu, prioritas untuk dikonsumsi pun digeser. Maka, jadilah aku pakai decis, sejenis insektisida kimia. Di rumah memang selalu ada stok Decis ini. Di sini harganya 20 ribuan ukuran 50ml. Biasa kami gunakan sebagai racun semut, dan juga untuk menyemprot lembu. Maksudnya menyemprot koreng pada kulit para lembu biar tak dirubungi lalat. 

Jadi beberapa tangkai yang paling baik kondisi daunnya ku bilas dan ku rendam air yang telah diberi Decis tadi. Barulah ku tanam dalam 2 pot berbeda. Sedangkan sisanya, yang sudah parah ku gunduli, lalu sisa batangnya dan akarnya ku celupkan ke air campuran Decis. Baru lah ditanam. Tak lupa ketiga pot tadi ku jauhkan sejauh-jauhnya supaya tak berpindah hamanya. Alhamdulillah, yang 2 pot berhasil. Tanaman baru yang muncul subur dan daunnya besar-besar.
 
Yang satu pot lagi, yaitu pot si tanaman awal, tampaknya Decis tak mampu menghilangkan hama ini, hanya mengurangi dan melambatkan penyebarannya saja. Padahal tiap hari kucek satu-satu daunnya, dan ku buangi daun yang ada tanda-tanda bercaknya. Sempat ku gunduli pun. Tapi tunas  barunya tetap saja masih gosong-gosong. Ya Allah. Karena palak walaupun sudah tiap hari ku perlakukan dengan ekstra tapi ya tetap saja makin parah, akhirnya pot ini ku gunduli lagi hingga hanya tersisa akar dan batang tuanya saja. Ku semprotkan decis, lalu ku timbun tanah. Tak sampai sepekan, tunas-tunas yang tumbuh terlihat jauh lebih sehat. Alhamdulillah. Oooh begitu rupanya caranya🥲. 
Tanaman spearmint rimbun dalam pot


Oiya, tanaman mint yang ku tanam ini berjenis spearmint kalau kata PlantApp, padahal kalau lihat fotonya lebih mirip mojito mint. Ingin juga tanam bermacam jenis mint lainnya tapi belum nemu yang punya, seperti apple mint, pepermint, chocolate mint, pineaple mint, mojito mint dan ada juga katanya orange mint. Tujuan ditanam kembali si daun mint ini sebagai stok obat alternatif pereda asam lambung. Selain daun mint, ada juga beberapa tanaman herbal untuk asam lambung yang sengaja ku tanam. Lengkapnya bisa dibaca di Pertolongan Pertama Pada Asam Lambung. Ada juga yang salah tanam tapi eh rupanya malah jadi obat asam lambung😅. 

Hingga artikel ini ditulis, kurang lebih ada 10 pot tanaman mintku yang telah dipanen berkali-kali. Next, mau coba tanam lagi rosemarry dan thyme yang mati karena kayaknya salah cara perawatannya. Ada yang punya bibitnya?