Me and Horror Movies
"Say no to horror and full thriller movies."
Itu moto kehidupan dunia perfilmanku. Takut? Hmm, iya dan enggak. “Iya” takutnya lebih dari sedikit, dan “Enggak”
tahan jantungnya, hihi.
Tapi kalau dibilang penakut, hmm, sepertinya saya bukan tipe penakut hantu dan sejenisnya, walau kadang-kadang iya juga. Tergantung sikon. Sebenarnya sih, saya termasuk golongan yang tidak percaya dengan hantu dan arwah penasaran. Tapi kalau jin, mahkluk gaib dan keluarganya sih iya. Emang pernah lihat? Alhamdulillah tidak pernah, dan semoga tidak akan pernah deh . Nauzubillaahimindzaalik.
Dilahirkan dengan fitrah sebagai manusia yang imaginatif dan pemikir, saya cukup sadar bahwa apa yang saya lihat sangat berpengaruh pada apa yang saya fikirkan yang berakibat pada kinerja jantung saya. Sehingga alam bawah sadar pun membangun dinding dan alaram akan hal-hal yang menyiksa kerja jantung saya. (Berat amat bahasanya)
Intinya sudah terprogram di otak bahwa hal-hal yang menyiksa jantung dan fikiran (alias bikin stres) dilarang untuk beroperasi. Dan itu menjadi sebuah kebutuhan. Termasuk anti film horor. Bukan berarti phobia loh. That’s me.
Heran juga sih dengan mereka yang suka banget sama genre film yang satu ini. Apalagi kan biasanya genre film horor selalu saja duet dengan thriller. Ampun deh. Belum lagi kalau filmya itu “jorok” banget. Kesadisan pemutilasian hidup-hidup yang benar-benar dipampangkan dan darah yang muncrat sana-sini, iyyaks, jorok banget bukan.
Huff, tarik nafas, and let’s move on. Next! Next!
Sampai dimana saya tadi. Ah, ya, sampai mereka yang suka banget. Kadang saya berfikir kenapa saya tidak bisa menikmatinya seperti mereka. Dari mana sebenarnya awal mulanya. Siapakah yang harus bertanggung jawab atas keantian saya terhadap kehororan dan teman-temannya. Tapi setelah dievaluasi dengan seksama (^_^), memang sudah begitulah fitrahnya, dan saya bersyukur dengan itu.
Kalau diingat lagi, memori pertama saya tentang film horror semasa kecil ada beberapa, dan kesemuanya membawa efek yang tidak baik bagi kesehatan imajinasi kanak-kanak saya waktu itu. Dan saya curiga salah satu efek jangka panjangnya menyebabkan ketidaktahanan jantung dalam situasi seperti yang telah saya sebutkan di atas.
Beberapa film yang saya ingat diantaranya,
Yang pertama film pribumi.
Saya tidak ingat dan tidak tahu judulnya. Itu adalah sebuah film yang diperankan oleh Suzana. Saya yakin anda pasti tahu potongan dialog ini,
“Bang, satenya seratus tusuk”
(Iyakan... =) )
Mungkin film ini pertama kali saya lihat ketika saya belum mencium bangku sekolah. Saya ingat menonton film ini di layar tancap (Di kampung kami lazim di sebut “film kebon”. Sekarang sepertinya teknologi ini sudah punah. Jadi, dulu setiap bulan selalu ada layar tancap. Warga sekampung berbondong-bondong mengunjungi lapangan bola kaki, dan duduk bersama. Nonton gratis. Seperti nonton bioskop, suasana gelap, ada yang jual aneka camilan, bukan popcorn tapi jagung rebus dan jagung bakar, kacang rebus dan kacang bogor, dan teman-temannya. Bedanya layar yang kami tonton adalah layar dalam arti sebenarnya (kain putih tebal seperti terpal, mungkin lebih mirip layar yang digunakan pada kapal laut). Kedua sisinya di ikatkan pada tiang, dan tiang-tiang tersebut ditancapkan ke tanah. Dan layar acap kali berombak kala ditiup angin malam).
Selesai nonton, saya ingat waktu itu seperti biasa saya didudukkan di pundak ayah, sementara ayah dan ibu berjalan berdampingan. Dan sepanjang jalan pulang saya hanya memejamkan mata, bukan karena kantuk, tapi karena gelap =) (Ketika itu lampu jalan belum ada. Kalau listrik udah masuk belum ya..hehe gak ingat deh). Selain gelap saya khawatir kalau tiba-tiba saya melihat ada sosok berputih ria di pepohonan. Dan asli, seminggu kedepannya beneran takut gelap padahal sebelumnya saya tidak punya masalah dengan kegelapan. Dan penyakit satu lagi, tidak siang tidak malam, kalau melewati pohon-pohon besar, secara sadar tak berani lihat ke atasnya, dan sepeda dikayuh sekencang-kencangnya. :v
Yang kedua beberapa film vampir cina.
Ada dua orang tetangga saya yang beretnis Cina. Yang satu tepat di depan dumah, yang satu lagi berjarak beberapa rumah. Mereka adalah adik-beradik. Nah, yang di depan rumah punya seorang anak perempuan seusia saya, dan dia adalah satu-satunya teman bermain saya sesama gender (yang berbeda gender tidak terhitung dengan jari tangan ^_^). Nah, dia sering mengajak saya bermain ke rumah pamannya, dan jadilah kami sering nonton TV di sana. Dari semua warga di lingkungan kami, tetangga kami yang satu ini bisa dikatakan yang paling elit. Kala itu hanya dia yang memiliki antena parabola. Tanpa antena parabola, siaran yang bisa diakses oleh TV hanyalah TVRI saja. =).
Nah, si beliau ini, sebagai etnis cina sangat cintaaa sekali akan kecinaannya. Dekorasi, ornamen, sampai siaran TV pun cina semuanya. Salah satu film yang sering diputar ketika kami bermain di sana ada lah film vampir cina. Ceritanya saya tidak ingat sama sekali, tapi beberapa fakta yang paling tidak bisa saya lupa yaitu:
- Seseorang dapat dirasuki oleh vampir cina ketika kedua kakinya dalam keadaan berjinjit. Dan para vampir suka sekali merasuki manusia. Efeknya pada saya, saya jadi sangat berhati-hati sekali kalau berjalan. Harus benar-benar menginjakkan kaki dengan benar ke tanah, jangan sampai kedua kaki saya dalam keadan berjinjit diwaktu yang sama. (Imut banget kan, hihi)
- Para vampir suka menggigit leher mangsanya. Dan jika tergigit, yang digigit akan jadi vampir juga. Gara-gara itu, ketika tidur selimut selalu saya pastikan menutupi sampai telinga. Dan ketika tidur dengan posisi miring, sebelah tangan selalu menutupi leher bagian atas. (Ckck..)
- Para vampir mengetahui mangsanya melalui nafas yang dikeluarkan. Jadi ketika berada ditempat gelap, atau ketika sendirian, di suatu tempat atau ruangan, atau di bawah suatu pohon, (pokoknya di semua tempat sendirian), saya berusaha menahan nafas selama mungkin, dan bernafas sesedikit mungkin. (ya ampun, segitu tersiksanya..)
- Vampir bersembunyi di tempat yang tidak terjangkau sinar matahari, jadi meskipun siang saya sering tidak berani melihat kebawah kolong tempat tidur dan juga kedalam sumur, apalagi kalau malam. Ini gara gara di sebuah film vampir, para vampir bersembunyi di dalam sumur dan muncul dari bawah kolong tempat tidur.
- Vampir cina juga bertaring panjang. Kadang kadang saya seperti curiga bahwa malam ketika saya tertidur, sebuah(bukan manusian kan) vampir telah menggigit saya, sehingga pasti paginya saya memeriksa bagian leher, mencari tanda-tandanya. Tidak puas, saya juga memeriksa gigi taring saya, memastikan ukurannya tidak memanjang. (wahaha)
Hmm, kalau dicermati lagi, sepertinya yang saya takutkan bukanlah mati karena menjadi mangsa si vampir, tapi lebih takut akan berubah menjadi vampir. Wuih..wuiihh..
Yang ketiga masih film pribumi.
Saya ingat menonton film ini ketika SMP. Ketika itu lagi naik daun banget rental VCD di kampung kami. Ayah dan saya yang memang suka sekali nonton pun tak mau ketinggalan. Tiap minggu kami selalu memborong film-film pilihan. Pernah suatu sore saya nonton sendirian. Film yang saya putar bukan pilihan saya, dan ternyata itu adalah film hantu. Saya ulangi HAN-TU. Dan entah kenapa saya malah nonton sampai tamat walau sambil intip-intip dari balik jari-jari tangan. Haha.
Ceritanya sebagian besar saya sudah lupa, tapi saya ingat bagian horonya dengan sangat baik. Jadi ada seorang pria yang kalau tidak salah baru menikah, (setting ceritanya zaman-zaman dulu gitu la. Ada pendekar silat, dan pakaiannya masih kekurangan bahan, seperti pakai handuk seadanya. You know what I mean). Jadi entah bagai mana ceritanya, ada sekelompok orang yang membunuh si pria ini, setelah disiksa terlebih dahulu. Si pria ini dibunuh dengan di penggal kepalanya, trus ia dikuburkan tanpa kepalanya. Kepalanya disembunyikan pemimpin kelompok tadi. Lalu, malamnya turun hujan lebat. ecek-eceknya bumi turut bersedih gitu la.
Nah, horornya pun dimulai. Hujannya telah reda jadi rintik-rintik, dan tiba-tiba malah banyak petir. Salah satu petir menyambar kuburannya si pria tadi. Dan... keluarlah tangan dari dalam kuburannya, sambil terus menggali. Dan akhirnya keluarlah si hantu tanpa kepala, dan mulailah ia mencari kepalanya dan membalas dendam. Yang iyanya dia membunuh siapa aja yang dijumpainya dengan sadis. Sejak itu selama berbulan-bulan, kala hujan rintik-rintik di malam hari, saya was-was jika ke kamar mandi. Kala itu kamar mandi kami tidak sepenuhnya tertutup, ada bagian yang tak beratap pada sumur dan terbuka bagian atasnya. Siapa tahu dia sudah menunggu diatas sana, hiiiyyy. :v
Yang keempat bukan film tapi komik.
Ketika SMP komik adalah hal yang baru bagi saya. Saya pernah melihat teman membacanya ketika SD, dan ketika dia memperlihatkannya, saya tidak mengerti bagaimana membacanya. Ayah pernah bilang bahwa komik dapat membuat ketagihan. Hmm, seperti narkoba saja, fikirku. Nah, ketika SMP seorang teman memiliki beberapa koleksi komik. Ingin tahu mengapa bisa menimbulkan ketagihan, dan ingin tahu bagaimana sebenarnya membacanya, saya pun meminjam sebuah. Tanpa tahu apa yang telah dipinjamkan pada saya, saya pun mulai membacanya.
Pada awalnya memang membingungkan, namun setelah beberapa lembar mulai terbiasa. Semakin saya baca saya merasa semakin tidak yaman dengan jalan ceritanya. Ternyata yang sedang saya baca adalah cerita horor misteri. Aiiihhh.
Ceritanya tentang seorang anak SMP yang tidak menyukai rambutnya karena keriting dan pirang, ia ingin memiliki rambut yang cantik seperti temannya, hitam panjang, lebat dan lurus. Entah bagai mana ceritanya, paginya ia mendapati sebagian rambutnya berubah seperti yang diiginkannya, semakin hari semakin seperti rambut idamannya. Namun rambutnya semakin panjang, sehingga ia meutuskan untuk memotongnya pendek. Esoknya ketika ia bangun rambutnya telah panjang lagi, bahkan lebih panjang dari sebelum ia potong. Begitu terjadi setiap hari. Sang gadis pun ketakutan dan merasa sangat tertekan. Ternyata diakhir cerita ia Ternyata ia telah membunuh temannya yang berambut indah tadi dan mengambil rambutnya, namun ia tidak ingat. Jadilah ia dikejar-kejar hantu rambut. Dan akhirnya tewas dengan cara yang sama seperti ia membunuh temannya.
Cerita ini sebenarnya tidak membuat saya melakukan hal-hal yang aneh seperti sebelumnya, hanya saja memori pengalaman pertama dengan komik sangat membuat trauma. Sejak itu bisa dikatakan saya membenci komik. Sisi positifnya sih tidak ada acara ketagihan baca komik, hehe. Namun ketika SMA trauma itu berhasil dihilangkan ketika berkesempatan berkenalan dengan komik lagi. Kali itu teman saya meminjamkan Detective Conan. And I found a new life. Dan baru tahu bagaimana rasanya ketagihan baca komik.:D.
Namun efek trauma komik horor itu masih membekas sampai sekarang, terutama dengan gambar tokoh. Ada keunikan tersendiri pada gambar karakter komik tersebut yang tak bisa saya lupakan. Jadi jika akan memilih komik, hal pertama yang penting bagi saya selain genre, adalah gambarnya. Meskipun saya suka genrenya, tapi jika gambarnya menyerupai karakter horor tersebut, pasti tidak akan masuk daftar bacaan deh. :D
Yang kelima bukan film tapi cerita dari ibu saya.
Seingat saya saya masih SD. Entah dari mana beliau mendapatkan cerita itu, tapi sampai sekarang hal itu masih saja terngiang. Jadi beliau bilang ada mahkluk halus, hmm, sebangsa jin yang mau mengganggu manusia dengan menyerupai orang yang kita kenal. Biasanya ia mengganggu wanita yang suaminya sedang tidak di rumah dengan menyerupai suaminya, dan sebaliknya. Nah, ibu saya bilang, jika ada yang mengetuk rumah malam hari, atau memanggil namamu mungkin, perhatikan kakinya, apakah menjejak bumi atau tidak, dan juga perhatikan lekukan di bawah hidungnya. Beliau bilang jika lekukan itu tidak ada, berarti ia bukan manusia. Begitu katanya. Wallahu’a’lam. Aihh.. sekarang menuliskannya masih buat deg-deg-an, hehe.
Padahal sekarang jika nonton film yang di sebutkan di atas tentunya tidak akan separno waktu zaman kanak-kanak. Malahan bakal ngekeh sangking tidak masuk akalnya. Belum lagi akting yang bolong sana sini dan sinematografinya yang terlalu lebay. Mungkin genre seperti ini dalam versiku disebut horor jadi-jadian. Tapi tetap saja horor kan, jadi pas aja deh. Apalagi jika horor sungguhan, naikkan bendera putih. :D
Jadi apapun ceritanya jika berunsur horor dan full thriller, yang dalam hal ini thriller-nya bersifat jorok, maaf bro. It’s not for me.
Iya, apa yang kita lihat, rasakan, dengar, bakal ngaruh ke psikis. Setuju banget Kak! Aku sih, emang bukan movie freak. Tapi, kalo disuruh milih nonton biasanya lebih ke scifi, fantasy, pendidikan, atau komedi. Action? Sometimes boring. :|
ReplyDeleteIya kan...
DeleteKalau action saya sih suka, tapi kalau action yang pamer tenaga n kekerasan...I'm out. Lebih suka yang dominan penggunaan otaknya :D
wuih, berat dong mbak mesti pakai otak segala #eh
ReplyDeleteAhaha...mksudnya yg digabung jenisnya sama detektif n misteri gitu mbak...😃
ReplyDelete