Untuk Angeline: Karena Anak Juga Manusia
Ketika film ini dimulai, tertera di layar bahwa film ini adalah untuk 17 tahun ke atas. Saya berfikir. Mungkin karena akan ada adegan kekerasan yang ditampilkan atau konten-konten kesadisan dalam film ini
Ternyata dugaan saya salah. Dikemas secara apik, bisa dikatakan film ini minim adegan kekerasan yang ditunjukkan secara blak-blakan, namun sarat dengan makna tindak kekerasan itu sendiri.
Tapi memang film ini bukanlah diperuntukkan bagi anak-anak. Film ini lebih ditujukan kepada para orang tua dan para calon orang tua.
Diangkat dari kisah nyata yang tragis, film Untuk Angeline dikemas bukan dari segi forensik namun secara drama bergenre biografi. Diproduseri oleh Duke Rachmat dan Niken Septikasari, “Untuk Angeline” dikemas secara halus dengan penyesuaian-penyesuaian agar tetap layak untuk ditonton. Paduan akting para artis senior seperti Kinariyosih, Roweina Umboh, Paramita Rusadi yg cukup natural, dan juga kepiawaian Naomi Ivo yang memerankan sosok Angeline cukup menguras air mata.
Mengenai alur dan kisah hidup sosok Angeline pasti telah diketahui kebanyakan penduduk negeri ini. Namun tak berarti layak dilewatkan dan dilupakan.
Terlepas dari masalah adopsi baik legal maupun liar yang marak terjadi di Indonesia, khususnya di Bali, saya lebih melihat film ini dari sudut pandang yang sedikit berbeda. Mengenai pola asuh dalam keluarga. Mengapa sampai kekerasan pada Angelie itu terjadi hingga menewaskannya.
Setelah menonton film Untuk Angeline ini, saya berfikir, bahwa penyebab tumbuhnya tindak kekerasan pada sosok Angeline adalah karena cinta. What? Cinta?
Ya, Cinta. Cinta yang tak seimbang dari orang tuanya yang sangat mencintainya. Cinta ayah angkatnya, John, menimbulkan kecemburuan pada Tery (ibu angkat Angeline) dan Kevin (kakak angkat laki-laki Angeline).
Tidak bermaksud untuk memojokkan suatu pihak tertentu. Karena tak bisa dipungkiri memang, bahwa banyak orang tua yang secara sadar ataupun tanpa sadar memiliki anak yang lebih difavoritkan. Bukan berarti mereka kurang menyayangi anak-anaknya yang lain. Namun mungkin dalam menunjukkan kasih sayangnya, muncul kecenderungan pada anaknya yang lain untuk merasa merasa cemburu. (Anda akan tahu yang saya maksud ketika menonton beberapa bagian pada film Untuk Angeline ini).
Kecemburuan antar saudara ketika masa kanak-kanak adalah hal yang normal. Namun jika hal tersebut terus tumbuh dan berkembang tentunya bukanlah hal yang baik bagi perkembangan jiwa sang anak. Tugas orang tualah untuk menyadari dan bertindak. Merangkul dan mengajak anak-anaknya untuk saling mencintai, agar mereka merasa dicintai, bukan menyuruh mereka untuk saling mencintai.
Film “Untuk Angeline” adalah potret banyak kehidupan wajah para anak negeri ini. Mulai dari kesiapan orang tua dalam memiliki anak, mengasuh dan mendidik. Memang tidak ada sekolah untuk menjadi orang tua. Karena orang tua setiap harinya terus belajar. Dan film Untuk Angeline adalah salah satu media pembelajaran bagi para orang tua dan calon orang tua.
Selamat menonton film yang sarat pesan moral ini. Semoga film ini menumbuhkan kesadaran kita untuk terus belajar menjadi orang tua yang memanusiakan manusia.
Karena anak –anak bukanlah barang mainan atau boneka hiburan untuk lucu-lucuan. Dewasa nanti mereka akan tumbuh dengan membawa masa kanak-kanaknya pada alam bawah sadarnya.
Perlakukanlah anak sebagai manusia. Stop kekerasan pada anak.
Nonton Bareng Kakak-kakak KOPIers Medan |
Oh iya, FYI. Sebagian hasil penjualan film Untuk Angeline ini akan digunakan untuk aktivitas perlindungan anak yang dikelola Koalisi Anank Madani Indonesia – KAMI- dan LPAI Kak Seto.
KOPIers Medan udah nonton bareng. Kamu kapan?
Kami udah nonton. Kamu? ^_^ |
cinta yang tak seimbang yang akhirnya menumbuhkan dendam. semoga kelak ketika kita jadi orang tua bisa membagi cinta dengan adil pada buah hati kita ya Wi :)
ReplyDeletenice review Tiwi, aku juga suka dengan adegan-adegan kekerasan yang tidak vulgar namun tetap tersampaikan pesannya :)
Amin...
DeleteAndai aja para produser n sutradara sinetron indonesia mau utk lebih tak trlalu vulgar utk adegan kekerasannya ya. Percuma rasanya suatu benda disensor dgn diblurkan kalau adegan kekerasannya blak2an dibanyak adegan
Aku bisa lemes kali ya mba nonton ini, secara ikut beritanya di TV aja kayak semacam sedih gimana gitu :(
ReplyDeleteGak kok mbak. Filmnya emang dikemas utk ngak buat jantungan atau apalah bahasanya. Klu berita di tv diungkapkan scara blak-blakan n apa adanya. Filmnya ttap menyampaikan esensinya, namun dikemas secara halus.
DeletePelajaran yang bisa dipetik adalah begitu pentingnya pola asuh yang berimbang dalam sebuah keluarga. Kadang ngga disadari kecemburuan itu bisa muncul ke permukaan pada waktu yang ngga terduga. Segala yang berlebih itu tetep ga bagus, kira-kira gitu kan Tiwi? :D
ReplyDeletemollyta[dot]com
Iya...begitulah kira2 kak Molly. Orang tua wajib sadar n peka kalau hal seperti ini rawan n bisa muncul kapan saja karena hal2 yg dilakukannya
Delete