Jalan-Jalan ke Pesantren Robbani Lewat Negeri Para Bintang
Tahukah kamu kalau di Medan ada pondok pesantren yang bernama Robbani? Atau hanya saya yang terlalu kudet hingga baru tahu keberadaannya setelah baca novel Negeri Para Bintang ini? Konon, dari Amplas ke lokasi bisa diakses dengan angkot 97. Begitu keterangan yang saya dapatkan di novel ini. :D
Jujur, banyak sekali hal-hal yang baru saya ketahui karena baca novel setebal 195 halaman ini. Salah tiga diantaranya adalah keberadaan ponpes Robbani, angkot 97 (sebagai angkoters yang telah malang melintang di dunia perangkotan kota Medan, setahu saya adanya M 97 :D), dan preman Amplas yang menjunjung tinggi solidaritas kampung halaman ketika memalak korbannya. Mengenai kisah preman amplas ini bisa ditemukan mulai dari halaman 166.
Jujur, banyak sekali hal-hal yang baru saya ketahui karena baca novel setebal 195 halaman ini. Salah tiga diantaranya adalah keberadaan ponpes Robbani, angkot 97 (sebagai angkoters yang telah malang melintang di dunia perangkotan kota Medan, setahu saya adanya M 97 :D), dan preman Amplas yang menjunjung tinggi solidaritas kampung halaman ketika memalak korbannya. Mengenai kisah preman amplas ini bisa ditemukan mulai dari halaman 166.
Negeri Para Bintang |
Saya sangat sebal dengan karakter Rumi yang selalu mengambinghitamkan otaknya yang selalu sakit kala belajar lama-lama, hingga ia lebih mewajarkan untuk tidak belajar saja. Selalu saja cari alasan yang mengatasnamakan ketidakmampuannya atau keterbatasan otaknya untuk melegalisasikan kemalasannya. Belum lagi tabiat pasrah dan suka menunda-nundanya. Benar-benar kesal menyaksikan kelakuannya ini. Mungkin karena saya sangat mengenal perilaku-perilaku ini dalam dalam diri saya. Seperti lihat diri sendiri jadinya. Jadi rasanya sebal bukan main. OK curcolnya di skip. :`D
Bagi saya yang belum pernah mengecap ilmu di pondok pesantren (siapa tahu di masa depan ya kan, jadi pengajarnya atau istri pengajarnya atau menantu pengajarnya atau malah jadi pendirinya. Aamiin :D) dan pengetahuan bahasa Arab yang sangat luar biasa terbatas, hanya bisa menebak-nebak kira-kira – seperti juga halnya Rumi – apa yang para ustadz itu tanyakan dan katakan ketika mewanwancarai Rumi pada saat ujian, atau yang dikatakan Ustadz Fahri saat Rumi terlambat mengikuti kelas gara-gara ia tidur setelah sholat subuh. Soalnya pakai bahasa Arab.
Hal yang unik menurut saya adalah titik balik seorang Maulana Jalaluddin Rumi yang memutuskan untuk berubah dengan mencari tahu siapakah sebenarnya orang yang namanya diadopsi bulat-bulat oleh orang tuanya hingga kini menjadi namanya. Banyak orang yang tahu makna namanya sejak ia kecil, namun banyak pula mereka yang baru tahu makna namanya ketika jatah hidupnya telah lama ia hirup. Betapa benar sebuah nama adalah doa, hingga ia bisa merubah kehidupan pemiliknya. Jika mereka katakan apalah arti sebuah nama, saya pastinya tak termasuk dalam perserikatan mereka :D
Oh iya, saya tidak tahu dengan kamu. Tetapi pada lembar awal novel ini, saya sering harus membaca paling tidak dua kali ketika bertemu dengan frasa “calon santri”. Pasalnya selalu terbaca “calon istri”. Mungkin karena saat itu saya membaca novel ini sambil dalam perjalanan ke walimatul ursy teman saya. Jadi eagak-agak terpengaruh kosa kata alam bawah sadar sepertinya. Padahal hingga akhir novel tak ada satupun kata “calon istri”. :D
Nah kalau kamu? Ataukah kamu malah terperangkap membaca “calon santri” menjadi “calon istri” setelah membaca tulisan review ini? :D
Nah, terlepas dari pertanyaan itu, yang iyanya, setelah baca novel ini, saya jadi ingin jalan-jalan ke Ponpes Robbani ini. Kira-kira kalau dari Aksara, angkot berapa yang sampai ke sana ya? :D
Aku belum baca wi, nanti malam bakal mulai kayaknya setelah baca review ini :)
ReplyDeleteHappy reading... :)
Delete42 Rahayu kak Tiwi, tapi masuk dari gerbang Putri. Kalau dari gerbang utama naik angkot 62 KPUM.
ReplyDeleteAahh.. Kak Tiwi dah buat Riview duluan.
Iyaaa....bayar utang ni Ana 😄😄😄
DeleteTernyata emang awak yang perlu jalan2 ni ya😅