Metamorfosis Menabung
Namaku Alliya Okahara. Dan aku sangat suka travelling. Padahal sejak kecil aku paling tak suka bepergian dengan kendaraan. Tak sampai 5 menit dalam bus ataupun mobil, aku pasti mulai terkena sindrom mabuk darat; perut mulai mual, kepala dan pandangan terasa berputar, perasaan dingin kemudian datang menyergap seluruh tubuh, lalu di menit kelima belas, aku memindahkan seluruh isi lambung ke dalam kantong plastik yang sudah disediakan ibuku.
Makanya, aku selalu benci jika lebaran tiba. Karena kami sekeluarga biasanya mudik ke kampung halaman orang tuaku di Batubara. Artinya, kami pasti naik kendaraan.
Tapi sejak SMA, sindrom-sindrom itu tak lagi menghampiri, mungkin karena tubuhku telah terbiasa, berhubung tiap hari aku naik angkutan umum untuk mencapai sekolahku.
Nah, hobi jalan-jalan ini mulai muncul ketika kuliah. Mungkin karena pengaruh teman-teman dekatku, Heni dan Bitha, yang suka jalan-jalan. Lama-lama aku juga jadi menyukainya. Beberapa kali kami kerap berakhir dengan jalan-jalan dadakan alias tidak direncanakan sebelumnya, biasanya pada akhir pekan dan ketika stok tabungan mendukung. Namun, kami tak segila mereka yang karena suka jalan-jalan lantas tak sadar jika stok tabungan telah habis di pertengahan bulan. Mau makan apa nanti?
Sejak saat itu, kami, aku khususnya, sengaja menyisihkan sebagian kiriman bulanan untuk ditabung buat modal jalan-jalan.
Makanya, aku selalu benci jika lebaran tiba. Karena kami sekeluarga biasanya mudik ke kampung halaman orang tuaku di Batubara. Artinya, kami pasti naik kendaraan.
Tapi sejak SMA, sindrom-sindrom itu tak lagi menghampiri, mungkin karena tubuhku telah terbiasa, berhubung tiap hari aku naik angkutan umum untuk mencapai sekolahku.
Nah, hobi jalan-jalan ini mulai muncul ketika kuliah. Mungkin karena pengaruh teman-teman dekatku, Heni dan Bitha, yang suka jalan-jalan. Lama-lama aku juga jadi menyukainya. Beberapa kali kami kerap berakhir dengan jalan-jalan dadakan alias tidak direncanakan sebelumnya, biasanya pada akhir pekan dan ketika stok tabungan mendukung. Namun, kami tak segila mereka yang karena suka jalan-jalan lantas tak sadar jika stok tabungan telah habis di pertengahan bulan. Mau makan apa nanti?
Sejak saat itu, kami, aku khususnya, sengaja menyisihkan sebagian kiriman bulanan untuk ditabung buat modal jalan-jalan.
Sumber: azntourtravel.wordpress.com |
Awalnya kami mengunjungi tempat-tempat wisata yang dekat dan terjangkau kantong, seperti Parapat, Danau Toba, Samosir, Brastagi, Tebing Tinggi dan Inalum. Namun kemudian di libur semester 6, kami memutuskan untuk mengeksplorasi Sabang, destinasi terjauh pertamaku. Aku ingat saat itu tabunganku cukup lumayan karena ditambah beasiswa yang baru cair.
Mulai saat itu target tujuan destinasi kami perluas. Tujuan liburan akhir tahun depan adalah menjelajah luar negri. Jepang, negeri impianku saat itu. Negara yang mengingat namanya saja sudah menimbulkan efek bahagia. Pasti ini efek anime yang kutonton dengan begitu gila dan manga yang kubaca dengan begitu rakus.
Mulai saat itu target tujuan destinasi kami perluas. Tujuan liburan akhir tahun depan adalah menjelajah luar negri. Jepang, negeri impianku saat itu. Negara yang mengingat namanya saja sudah menimbulkan efek bahagia. Pasti ini efek anime yang kutonton dengan begitu gila dan manga yang kubaca dengan begitu rakus.
Kami pun mulai giat menabung untuk mewujudkan impian kami. Mengencangkan ikat pinggang demi menyisihkan lebih banyak dari uang bulanan, menghemat pengeluaran, juga mencari tambahan pemasukan dengan mengajar privat dan mengajar di kursus bimbingan belajar.
Setelah lulus kuliah, aku bekerja di sebuah NGO. Gajinya cukup lumayan untuk melanjutkan hidup dan juga masih bisa ditabung. Meskipun subsidi dari orang tua telah berhenti, namun mimpi menjelajah Jepang tetap hidup. Hingga di akhir tahun itu, mimpi itu harus ditunda, karena ternyata tabungan kami belum cukup. Kami memutskan untuk menjelajahi 3 negara tetangga dengan budget yang ada. Menjelajahi Thailand, Malaysia, dan Singapura dalam dua pekan.
Pengalaman keluar dari negeri sendiri ternyata mengajarkan banyak hal. Aku merasakan langsung makna dari pepatah ”Hujan batu di negeri sendiri lebih baik dari pada hujan emas di negeri orang”. Seenak-enaknya di negeri orang, masih tetap lebih enak di negeri sendiri.
Perjalanan itu pulalah yang memunculkan rasa cinta tanah air dari dalam diriku. Menyadarkanku bahwa Indonesia itu tak kalah keren, bahkan jauh lebih keren. Lalu saat itu aku memutuskan untuk mengganti target jalan-jalanku. Keliling Indonesia dulu, baru keliling dunia. Artinya aku harus lebih giat menabung lagi dan lagi untuk mewujudkannya. Namun Jepang tetap menjadi negara tujuan pertama jika ke luar negeri nanti. Hehe.
Suatu hari, saat usiaku 22 tahun, aku mengisi kelas percakapan bahasa Inggris seperti biasa. Topik diskusi kali itu adalah travelling.
“What country do you wish to visit the most?” Tanyaku pada mereka.
“France”
“Dubai”
“Japan”
“Canada”
Jawaban mereka beragam. Hingga jawaban seorang murid membuatku tertegun.
“Mecca, Miss” katanya. “I’d like to visit it with my family for hajji and umroh”.
Wah. Hal yang tak pernah terlintas di benakku. Ada rasa malu saat otakku mengulang kembali kata-katanya. Mengingatkanku bahwa tujuan jalan-jalanku dan tujuan jalan-jalannya benar-benar berbeda. Tujuanku Jepang, Tujuannya Mekah. Tujanku bersenang-senang, tujuannya beribadah.
Setelah kupikr-pikir, diusiaku yang 23 tahun ini, tujuan jalan-jalanku adalah untuk bersenang-senang, dan menaklukkan destinasi. That’s all. Hampa. Sedangkan ia, diusianya yang 19 tahun, tujuan jalan-jalannya sangat mulia.
Ah, aku harus memperbaiki niatku. Bukankah Mekah adalah tempat yang malah disarankan untuk dikunjungi? Ralat, Bukankah Mekah adalah tempat yang wajib hukumnya dikunjungi bagi yang mampu? Lalu kenapa malah memampukan diri untuk keliling dunia, sementara satu tempat yang suci ini kuabaikan nanti-nanti?
Baiklah, aku memantapkan hati untuk memperbaiki kembali niatku, Negara tujuan pertama yang akan kukunjungi adalah Mekah. Jepang baru boleh dikunjungi setelahnya, dengan catatan jika dengan biaya sendiri. Kalau ada yang mau memberi subsidi tentu takakan ditolak. Hehe.
Selanjutnya ketika lebaran tahun itu, aku kembali berkumpul dengan sanak saudara di kampung halaman ayah dan ibuku di Batubara. Siang itu, kami tujuh bersepupu duduk-duduk di samping rumah Uwakku. Bertukar cerita tentang kisah-kisah kuliah, pengalaman kerja, hingga bahasan soal nikah. Tiba giliran Hendra, adik sepupuku , bicara.
“Kakak, Kapan, Kak?”
Ah pertanyaan ini.
“Maunya sih sekarang, Tapi KUA belum buka”. Kataku tersenyum getir. “Dirimu, rencana mau nyambung ke mana?” Tanyaku mengalihkan topik.
“Rencana mau ambil Akuntansi USU, Kak. Nanti mau sambil kerja. Biar bisa bantu-bantu Mamak juga. Jadi pas tamat kuliah nanti, udah ada kerjaan, jadi bisa sambil nabung buat naik-hajikan Mamak sama Papa.”
Kalimat terakhirnya ini entah kenapa tiba-tiba membuatku sulit bernafas. Aku merasa tertampar. Dadaku sesak. Ingin menangis rasanya.
Di 23 tahun usiaku, otakku dipenuhi dengan kerja dan menabung untuk jalan-jalan, walau baru-baru ini tujuannya jadi Umroh. Sementara dia, di 18 tahun usianya, otaknya dipenuhi dengan kerja dan menabung supaya bisa menaik-hajikan orang tuanya. Aku? Ah, begitu banyak hal-hal yang kulupakan dan kuabaikan. Apakah selama ini aku hidup terlalu egois? Apa sebenarnya tujuan hidupku?
Beberapa hari setelah itu, aku menyusun ulang dan memantapkan niatku. Aku sadar bahwa hidupku tak hanya milikku saja. Orang tuaku, mereka juga berhak atasku.
Maka, mulai sekarang tujuanku adalah mengusahakan dengan semaksimal mungkin dan menabung untuk menyampaikan orang tuaku mengunjungi tanah suci.
Aku menyadari cita-cita dan niat-niatku terus berubah hingga saat ini. Apakah berarti aku adalah orang yang plin-plan, yang kerap goyah ketika berbentur dengan cita-cita orang lain, yang tak bisa menjadi diri sendiri? Namun, aku tak merasa menyesal karena telah berulang kali merevisi formula tujuan hidupku. Mungkin memang beginilah cara Sang Khalik menunjukkan jalan untuk membuka mata hatiku. Semoga aku bisa terus istiqomah. Aamiin.
Menabung tak lantas mengubah masa depanku menjadi lebih baik, namun menabung memang benar membuka cara pandangku untuk menjadikan masa depan menjadi lebih baik. Seperti aku dalam pencarian tujan hidupku. Bisa kukatakan bahwa menabung telah mengantarkanku lebih dekat dengan pada tujan hidupku yang sebenarnya. Meski siapa sangka kalau ternyata dalam beberapa bulan ke depan, cita-cita yang sudah ku azzamkan ternyata terpaksa harus di revisi lagi. Man proposes, God disposes. Manusia berencana, namun Tuhan yang menentukan.
Bersambung.
Cerita ini didukung oleh Bank Sumut
#ayokebanksumut
#banknyaorangsumut
Perjalanan itu pulalah yang memunculkan rasa cinta tanah air dari dalam diriku. Menyadarkanku bahwa Indonesia itu tak kalah keren, bahkan jauh lebih keren. Lalu saat itu aku memutuskan untuk mengganti target jalan-jalanku. Keliling Indonesia dulu, baru keliling dunia. Artinya aku harus lebih giat menabung lagi dan lagi untuk mewujudkannya. Namun Jepang tetap menjadi negara tujuan pertama jika ke luar negeri nanti. Hehe.
Suatu hari, saat usiaku 22 tahun, aku mengisi kelas percakapan bahasa Inggris seperti biasa. Topik diskusi kali itu adalah travelling.
“What country do you wish to visit the most?” Tanyaku pada mereka.
“France”
“Dubai”
“Japan”
“Canada”
Jawaban mereka beragam. Hingga jawaban seorang murid membuatku tertegun.
“Mecca, Miss” katanya. “I’d like to visit it with my family for hajji and umroh”.
Wah. Hal yang tak pernah terlintas di benakku. Ada rasa malu saat otakku mengulang kembali kata-katanya. Mengingatkanku bahwa tujuan jalan-jalanku dan tujuan jalan-jalannya benar-benar berbeda. Tujuanku Jepang, Tujuannya Mekah. Tujanku bersenang-senang, tujuannya beribadah.
Setelah kupikr-pikir, diusiaku yang 23 tahun ini, tujuan jalan-jalanku adalah untuk bersenang-senang, dan menaklukkan destinasi. That’s all. Hampa. Sedangkan ia, diusianya yang 19 tahun, tujuan jalan-jalannya sangat mulia.
Ah, aku harus memperbaiki niatku. Bukankah Mekah adalah tempat yang malah disarankan untuk dikunjungi? Ralat, Bukankah Mekah adalah tempat yang wajib hukumnya dikunjungi bagi yang mampu? Lalu kenapa malah memampukan diri untuk keliling dunia, sementara satu tempat yang suci ini kuabaikan nanti-nanti?
Baiklah, aku memantapkan hati untuk memperbaiki kembali niatku, Negara tujuan pertama yang akan kukunjungi adalah Mekah. Jepang baru boleh dikunjungi setelahnya, dengan catatan jika dengan biaya sendiri. Kalau ada yang mau memberi subsidi tentu takakan ditolak. Hehe.
Selanjutnya ketika lebaran tahun itu, aku kembali berkumpul dengan sanak saudara di kampung halaman ayah dan ibuku di Batubara. Siang itu, kami tujuh bersepupu duduk-duduk di samping rumah Uwakku. Bertukar cerita tentang kisah-kisah kuliah, pengalaman kerja, hingga bahasan soal nikah. Tiba giliran Hendra, adik sepupuku , bicara.
“Kakak, Kapan, Kak?”
Ah pertanyaan ini.
“Maunya sih sekarang, Tapi KUA belum buka”. Kataku tersenyum getir. “Dirimu, rencana mau nyambung ke mana?” Tanyaku mengalihkan topik.
“Rencana mau ambil Akuntansi USU, Kak. Nanti mau sambil kerja. Biar bisa bantu-bantu Mamak juga. Jadi pas tamat kuliah nanti, udah ada kerjaan, jadi bisa sambil nabung buat naik-hajikan Mamak sama Papa.”
Kalimat terakhirnya ini entah kenapa tiba-tiba membuatku sulit bernafas. Aku merasa tertampar. Dadaku sesak. Ingin menangis rasanya.
Di 23 tahun usiaku, otakku dipenuhi dengan kerja dan menabung untuk jalan-jalan, walau baru-baru ini tujuannya jadi Umroh. Sementara dia, di 18 tahun usianya, otaknya dipenuhi dengan kerja dan menabung supaya bisa menaik-hajikan orang tuanya. Aku? Ah, begitu banyak hal-hal yang kulupakan dan kuabaikan. Apakah selama ini aku hidup terlalu egois? Apa sebenarnya tujuan hidupku?
Beberapa hari setelah itu, aku menyusun ulang dan memantapkan niatku. Aku sadar bahwa hidupku tak hanya milikku saja. Orang tuaku, mereka juga berhak atasku.
Maka, mulai sekarang tujuanku adalah mengusahakan dengan semaksimal mungkin dan menabung untuk menyampaikan orang tuaku mengunjungi tanah suci.
Aku menyadari cita-cita dan niat-niatku terus berubah hingga saat ini. Apakah berarti aku adalah orang yang plin-plan, yang kerap goyah ketika berbentur dengan cita-cita orang lain, yang tak bisa menjadi diri sendiri? Namun, aku tak merasa menyesal karena telah berulang kali merevisi formula tujuan hidupku. Mungkin memang beginilah cara Sang Khalik menunjukkan jalan untuk membuka mata hatiku. Semoga aku bisa terus istiqomah. Aamiin.
Menabung tak lantas mengubah masa depanku menjadi lebih baik, namun menabung memang benar membuka cara pandangku untuk menjadikan masa depan menjadi lebih baik. Seperti aku dalam pencarian tujan hidupku. Bisa kukatakan bahwa menabung telah mengantarkanku lebih dekat dengan pada tujan hidupku yang sebenarnya. Meski siapa sangka kalau ternyata dalam beberapa bulan ke depan, cita-cita yang sudah ku azzamkan ternyata terpaksa harus di revisi lagi. Man proposes, God disposes. Manusia berencana, namun Tuhan yang menentukan.
Bersambung.
Cerita ini didukung oleh Bank Sumut
#ayokebanksumut
#banknyaorangsumut
Insya Allah, kita sama-sama disempatkan untuk memijakkan tanah suci ya, Kak, Aamiin :)
ReplyDeleteAamiin :D
DeleteWah, ceritanya penuh dengan pesan 👌👍👍👍
ReplyDeleteSemoga bermanfaat Mbak😊
DeleteDulu juga jalan-jalan karena pengen menaklukan destinasi tapi dipikir2 setelah sering jalan2 saya malah dapat sesuatu yg ga saya dapat jika saya ga jalan : Tafakur
ReplyDeleteSaya juga kadang merasa gitu Mbak. Srmua balik lagi pada niat😊
DeleteAmazing d tunggu sambungannya kk tiwi
ReplyDeleteSiapp😁
DeleteSemoga niatan baiknya disegerakan Allah, amin. Seru ceritanya sambung dong kak
ReplyDeleteAamiin...
DeleteTunggu lanjutannya ya😁
Ceritanya menggugah hati, semoga siapapun yang berniat kerumah allah dimudahkan jalannya
ReplyDeleteInsya Allah. terima kasih sudah mampir.
DeleteBeruntung bisa baca tulisan ini, sangat menarik dan amat dalam maknanya
ReplyDeleteTerima kasih. semoga bermanfaat
Delete